Sabtu 07 Oct 2017 12:00 WIB

Pakar: PT Belum Tentu Hilangkan Politik Transaksional

Effendi Gazali
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Effendi Gazali

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar komunikasi politik Effendi Gazali menegaskan, presidential threshold (ambang batas pengajuan Capres) bukan jaminan untuk mencegah terjadinya politik transaksional pada Pemilu serentak 2019.

"Ini kan sistem presidensial yang perlu diperkuat dan arah selanjutnya, karena kalau mau jujur, Pemilu ini ada tidaknya treshold itu, tidak ada jaminan tidak ada politik transaksional yang membuat presiden menjadi lebih kuat atau lemah," kata Effendi dalam keterangan pers Jumat (6/10).

Menurutnya, justru jika setiap Parpol mempunyai kesempatan yang sama untuk mengusung Capres dan Cawapresnya sendiri, maka hal itu bisa menghilangkan politik transaksional. Sebaliknya, peluang terjadinya politik transaksional lebih terbuka jika ditetapkan ambang batas pengajuan Capres harus 20 persen, seperti yang diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

"Kalau seluruh warga negara ini sudah menjalankan Pancasila dan UUD 1945, mau sendiri kek, mau berkoalisi, tidak masalah. Tapi kalau belum menjalankan Pancasila dan UUD 1945 kan lebih enak sendiri akan lebih sedikit tindak transaksionalnya, ketimbang 20 persen dan janji yang mengusung sendiri akan lebih sedikit ketimbang yang koalisi," jelasnya.

Tidak hanya itu, Effendi juga mengatakan bila dalam Pemilu serentak masih menggunakan ambang batas maka tidak akan pernah terjadi penyederhanaan terhadap partai politik (Parpol).

"Kita kan ingin penyederhanaan Parpol dan tidak akan pernah terjadi selama ada presidential threshold. Karena, pertama partai kecil akan selalu terbawa-bawa agar dapat mencukupi 20 persen, kedua lama-lama kita berfikir mencari koalisi dulu baru cari calon terbaik," ucapnya.

Terakhir, Effendi mengatakan yang paling penting bahwa kalau Parpol itu menemukan calon baik dan dapat maju sendiri, maka partai-partai lain meski besar tapi mengajukan calon jelek kualitasnya maka tidak akan dipilih rakyat.

Seperti diketahui, Effendi Gazali merupakan salah satu pihak yang mengajukan gugatan terhadap UU Pemilu khususnya Pasal 222 tentang ambang batas pengajuan Capres.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement