REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasir Jamil mengatakan, saat ini PKS aktif berkomunikasi untuk mengajak fraksi lain di DPR menolak Perppu Ormas. Selain berkomunikasi, kata dia, PKS akan mengajukan argumen-argumen penolakan untuk meyakinkan setiap fraksi untuk menolak Perppu Ormas.
"Tentunya argumentasi untuk kita coba sampaikan kepada pimpinan-piminan fraksi lainnya. Kita coba komunikasikan," ujar dia saat ditemui di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (12/10).
Nasir menjelaskan, untuk membahas Perppu Ormas, setiap fraksi harus menghilangkan sekat kepentingan apakah dalam kelompok oposisi maupun pendukung pemerintah. Pasalnya, lanjut dia, urusan Perppu Ormas ini bukan soal kepentingan kelompok tertentu saja, melainkan kepentingan bangsa.
"Ini soal kepentingan bangsa dan negara, ini soal kepengtingan demokrasi, ini soal penindakan hukum, ini soal bagaimana menghadirkan peradilan yang bebas, yang independen," kata dia.
Oleh sebab itu, lanjut dia, jangan sampai ada kesan seolah-olah kalau yang menolak itu adalah fraksi yang diluar pemerintahan. Sedangkan, yang mendukung Perppu Ormas adalah fraksi yagg berkoalisi dengan pemerintahan.
Nasir menambahkan, Perppu Ormas tersebut harus ditolak, karena memang terjadi kekosongan hukum dalam penerbitan perppu tersebut. Bahkan, lanjut dia, dalam pasal-pasal Perppu Ormas itu diduga kuat menumbuh suburkan perilaku korup. "Dan juga berpotensi menimbulkan sikap kritis masyarakat pada penguasa," ujar dia mengakhiri.
Nasir mengatakan, Perppu Ormas merupakan produk kemunduran demokrasi. Pasalnya, kata dia, Undang-Undang No 17 tahun 2013 sudah mengatur terkait Ormas dengan baik. "Sebenarnya (sudah) mengatur bagaimana kebebasan berserikat dan mengungkapkan pendapat," ujar dia saat ditemui di Gedung Nusantara II, Kamis (12/10).
Nasir menjelaskan, Undang-Undang tersebut juga sudah mengatur bagaimana sanksi yang dikenakan di dalam organisasi yang menyimpang dari dasar negara. Akan tetapi, lanjut Nasir, Perppu Ormas justru memberikan kegaduhan dalam Undang-Undang yang sudah jelas tersebut. "Bahkan meniadakan aspek peradilan," jelas dia.