REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Setara Institute Hendardi menilai permintaan agar Polri membantu Pansus Hak Angket DPR terhadap KPK tidak relevan. Proses yang sedang terjadi di Pansus DPR menurutnya adalah proses politik dan domain hukum administrasi negara atau tata negara. Di mana DPR sedang menjalankan fungsi ketatanegaraannya melakukan pengawasan.
Dalam rapat DPR dan Kapolri, Rabu (12/10), dia mengatakan, DPR mendesak Polri membantu Pansus Hak Angket melakukan panggilan paksa, termasuk memanggil paksa pihak KPK. "Desakan itu tidak relevan. Sementara panggilan paksa hanya dibenarkan dalam konteks meminta pertanggungjawaban pidana atas suatu tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang," kata Hendardi dalam keterangannya.
Dengan kata lain, penggunaan panggilan paksa hanya relevan dalam konteks penegakan hukum pidana. Maka wajar kalau Polri memberikan dukungan penangkapan dan panggilan paksa yang dilakukan oleh KPK. Karena KPK sedang menjalankan proses dalam sistem peradilan pidana.
Selain itu, ketentuan dalam Pasal 204 UU 17/2014 tentang MD3 menyatakan kalau mekanisme panggilan paksa dalam proses administrasi negara cacat materiil. Apalagi tidak ada penjelasan detail mengenai bagaimana dan dalam situasi seperti apa panggilan paksa bisa dijalankan. Hal ini berbeda dengan mekanisme panggilan paksa dalam konteks peradilan pidana. Oleh karena itu, sebaiknya Polri tidak perlu menjalankan perintah Pasal 204 UU 17/2014.
Patut dicatat, Hendardi menambahkan, bahwa keabsahan Pansus Angket KPK saat ini juga masih diproses dalam uji materiil di Mahkamah Konstitusi (MK). Karena itu, ketidakterlibatan Polri dalam melakukan panggilan paksa harus diletakkan sebagai penghormatan terhadap proses yudisial yang sedang berlangsung di MK. "Sebaiknya Polri menunggu putusan Mahkamah Konstitusi yang sedang menguji keabsahan kerja politik Pansus Angket DPR ini," katanya.
Keterlibatan Polri dalam menjalankan mekanisme panggilan paksa sebagaima diminta Pansus Angket KPK dinilai hanya akan memperkuat legitimasi pembentukan dan kinerja Pansus Angket. Padahal baik secara yuridis, politis, dan etis, Pansus Angket tidak memiliki legitimasi kokoh.