REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menyusul rencana dibentuknya Densus Tipikor oleh Polri, koordinasi antar lembaga anti korupsi pun harus ditekankan, yakni antara Satgassus P3TPK Kejagung, KPK dan Densus Tipikor itu sendiri. Melihat hal tersebut, Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Adery Ardhan Saputro menilai, KPK seharusnya menjadi pemimpin dalam hal koordinasi.
"Kalau kita lihat undang undangnya yang ada, kalau dalam hemat saya leadernya KPK. Sekalipun bukan KPK siapa?" kata Adery saat dihubungi, Senin (16/10).
Menurut dia, Jaksa Agung sejatinya paling optimal dalam hal koordinasi dan supervisi. Namun, di Indonesia, muara penuntutan tidak hanya di Kejaksaan Agung. "Di KPK saja ada lima, untuk urusan korupsi," kata Adery.
Adery melanjutkan, KPK sampai titik ini melakukan koordinasi dan supervisi dalam perkara korupsi. Adery mengacu pada UU 30 tahun 2002. Menurut UU tersebut, KPK memiliki tugas koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
"Kalau ada densus Tipikor, KPK tetap harus sebagai leadernya, sebagai koordinator dan supervisinya. Kalau negara lain Jaksa Agung biasanya karena penuntutannya cuma satu," jelas Adery.