REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan DPR akan mengkaji terlebih dahulu usulan revisi Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), yang diajukan oleh fraksi Parpol di DPR maupun pemerintah. Namun belum bisa dipastikan apakah revisi UU Ormas bersifat komprehensif atau terbatas.
"Tentunya naskah akademik dan draft revisi UU Ormas bisa usulan dari anggota fraksi atau bisa dari pemerintah, kami akan kaji dahulu," kata Wakil Ketua DPR Fadli Zon di Gedung Nusantara III, Jakarta, Rabu (1/11).
Fadli mengatakan Pimpinan DPR akan mengkaji dulu sesuai "concern", terutama persoalan-persoalan yang menyangkut keadilan, masalah hukum, masalah hak untuk berserikat dan berkumpul.
Menurutnya, setelah draf itu dibahas, usulan bisa dari mana saja, harus disepakati dan dibawa apakah bisa menjadi usul inisiatif DPR atau pemerintah sendiri mau mengusulkan itu sehingga akan dibicarakan di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
"Kalau saya setuju revisi, karena dari awalnya Perppu Ormas kacau, makanya perlu direvisi untuk mengkoreksinya," ujarnya.
Politisi Partai Gerindra itu menilai DPR dan Pemerintah harus duduk bersama dan membahasnya agar tidak salah lagi. Namun dirinya enggan mengomentari apakah revisi tersebut sifatnya komprehensif atau terbatas.
"Saya tidak tahu apakah revisinya komprehensif atau terbatas, namun bisa keduanya dilakukan," katanya.
Sebelumnya, PPP dan Partai Demokrat sudah menyatakan sikapnya akan mengajukan revisi UU Ormas hasil pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 tahun 2017.
Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan ada tiga poin dalam UU Organisasi Kemasyarakatan hasil disetujuinya Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 tahun 2017 yang harus direvisi dan partainya sudah mempersiapkan naskah akademiknya.
"Pertama, terkait bagaimana sanksi yang diberikan negara kepada ormas yang bertentangan dengan Pancasila. Termasuk siapa yang menafsirkan ormas A dan B bertentangan dengan Pancasila," kata Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam konferensi pers di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin (30/10).
Dia mengatakan Demokrat mengingatkan bahwa tidak boleh ormas dinilai bertentangsn dengan Pancasila kalau sifatnya hanya politis dan bukan berdasarkan hukum.
Kedua, menurut dia, mengenai pasal terkait tingkat ancaman hukuman dan siapa yang dikenakan hukuman, karena harus diberikan secara adil dan tidak boleh melampaui batas.
Poin ketiga, menurut dia, mengenai pasal pembubaran ormas, apabila negara dalam keadaan genting dan memaksa bisa membekukan ormas, namun kalau pembubaran permanen tetap dalam proses hukum yang akuntabel.
Wakil Sekjen PPP Achmad Baidowi mengatakan partainya akan mengajukan usul inisitif revisi Undang Undang Organisasi Kemasyarakatan hasil pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2017 untuk memperbaiki kekurangan dalam UU tersebut.
"PPP akan mengajukan usulan revisi terhadap UU Ormas, menjadi usul inisiatif DPR dan dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional 2018 pada masa sidang pertama," kata Achmad Baidowi, di Jakarta, Minggu (29/10).
Menurut dia, ada sejumlah hal yang masih bisa diperdebatkan dalam UU Ormas, antara lain peran pengadilan karena jangan sampai peran pengadilan dihapuskan dari UU Ormas. Dia mengatakan walaupun asas hukum administrasi pemerintahan berlaku, kalau tidak dieksplisitkan dalam norma UU, maka dikhawatirkan akan menjadi pasal karet.