Senin 13 Nov 2017 19:02 WIB

'Setnov Tunggu Putusan MK Sebelum Penuhi Panggil KPK'

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bayu Hermawan
Kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi
Foto: Ronggo Astungkoro/Republkika
Kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Ketua DPR RI Setya Novanto, Fredrich Yunandi menilai, pengajuan permohonan uji materi Undang-undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Mahkamah Konsitusi (MK), mirip seperti apa yang dilakukan KPK terhadap panitia khusus (Pansus) hak angket KPK. Kliennya akan menunggu hasil putusan MK sebelum memenuhi panggilan KPK.

"Daripada kita ribut lalu debat kusir, lebih baik saya uji di MK. Biar MK yang akan memberikan pertimbangan atau putusan, sekiranya apa yang jadi acuan penegak hukum. Sehingga, kita kembalikan apa yang dilakukan KPK terhadap Pansus," ujar Fredrich di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (13/11).

Menurutnya, KPK juga melakukan uji materi terhadap wewenang Pansus untuk memanggilnya. KPK selalu mengabaikan panggilan Pansus dengan alasan menunggu putusan MK. Setelah diputuskan oleh MK, KPK baru akan menentukan sikap memenuhi panggilan Pansus atau tidak.

"Kami juga sekarang mengatakan, klien kami akan menunggu putusan MK untuk menentukan sikap. Apakah beliau bisa ditabrak atau dikesampingkan dari UUD hak imunitasnya, atau dinyatakan wewenang KPK bisa mengesampingkan UU," jelasnya.

Fredrich berharap agar semua pihak menghormati proses hukum yang akan berjalan di MK. Dalam pengajuan permohonan uji materi atas nama kliennya itu, Fredrich menjelaskan, pihaknya menunjukkan 12 set bukti kepada pihak MK. Ia juga sudah meminta agar segera disidangkan supaya tidak menjadi suatu kasus yang menggantung.

"Masyarakat nanti akan bingung (kalau menggantung) sebenarnya yang benar siapa," katanya.

Ia menjelaskan, jika KPK dengan dirinya sendiri bisa menyatakan sikap seperti itu, maka Setya Novanto pun seharusnya juga wajib diperlakukan sama dengan dirinya sendiri. Kalau tidak, lanjut Fredrich, itu namanya pilih kasih dan mau menang sendiri.

"Begitulah, hukum adalah panglima daripada NKRI. Itulah yang saya minta, sadari dan hormati hukum," jelas Fredrich.

Sebelumnya, Fredrich mengajukan permohonan uji materi terhadap dua pasal dan dua ayat yang terdapat pada Undang-undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Fredrich berpegangan pada UU Dasar 1945, UU MD3, dan putusan Mahkamah Konstitusi No. 76/2014 tentang hak imunitas dan perizinan pemanggilan anggota dewan kepada presiden.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement