REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Petugas imigrasi telah kembali ke pusat penahanan Pulau Manus untuk menghancurkan persediaan air dan tempat penampungan darurat. Mereka makin menekan pengungsi dan pencari suaka yang masih bertahan di fasilitas itu untuk pergi.
Desakan terbaru ini dilakukan menjelang dua minggu setelah pusat penahanan itu ditutup secara resmi, dan di saat batas akhir lain untuk meninggalkan fasilitas itu bagi pencari suaka dan pengungsi yang masih tinggal di dalamnya telah berlalu.
"Saran kami kepada mereka adalah akal sehat harus dipakai. Mereka harus meninggalkan pusat penahanan dan pergi ke lokasi di mana ada layanan yang tersedia untuk mereka," kata Komandan Polisi Pulau Manus, David Yapu, Senin (13/11).
Pada Ahad (12/11) malam, Komandan David Yapu mengatakan, Senin (13/11) adalah batas waktu bagi para pengungsi dan pencari suaka itu untuk meninggalkan pusat penahanan. Namun dia mengatakan polisi tidak akan menggunakan kekerasan untuk menyingkirkan 379 pria yang masih berada di dalam.
Sementara itu, orang-orang di dalam pusat penahanan telah mengunggah banyak video dan foto di media sosial yang menunjukkan desakan baru untuk membuat mereka pergi.
Beberapa dari unggahan itu menunjukkan para petugas merobohkan tempat penampungan sementara, dan yang lainnya menunjukkan petugas sedang menghancurkan keran di tangki air besar, dan air yang memancar dari perlengkapan yang dirusak. Petugas juga mengisi sumur air yang telah digali para penghuni dengan kotoran dan sampah.
Otoritas polisi di Pulau Manus mengatakan mereka tidak akan memindahkan orang-orang yang masih berada di pusat penahanan secara paksa dan akan mengizinkan kelanjutan apa yang disebut pemindahan secara "sukarela", meski sempat ada ancaman untuk menggunakan kekerasan sebelumnya.
"Kami telah diberi instruksi dari pihak berwenang untuk tidak menggunakan kekerasan apapun," kata Komandan Yapu.
Komandan David Yapu mengatakan sekitar 100 pria meninggalkan pusat tersebut akhir pekan ini.
Tiga belas hari telah berlalu sejak pusat penahanan Pulau Manus ditutup secara resmi dan persediaan makanan, listrik dan air terputus. Para pencari suaka dan pengungsi yang memilih untuk tinggal di dalam pusat yang sekarang tertutup telah menyampaikan kekhawatiran akan keselamatan mereka jika mereka pergi.
Gambar terakhir menunjukkan satu dari tiga lokasi akomodasi alternatif yang masih dalam proses pembangunan. Pagar keamanan tampaknya hanya sebagian dipasang, kemungkinan menambah ketakutan para penghuni akan keselamatan mereka.
Mengingat tekad para pengungsi dan pencari suaka untuk bertahan meski kondisi buruk, sulit untuk melihat aksi penolakan ini akan segera berakhir.
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.