REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Konflik bersenjata antara Riyadh dan Teheran bisa berdampak besar pada pasar minyak dan ekonomi global. Para ahli mengatakan, perang antara kedua negara bakal mempengaruhi harga minyak mentah.
Bahkan jika terjadi perang terbuka, harga minyak bisa meningkat 500 persen. "Jika Saudi dan Iran saling menyerang fasilitas minyak masing-masing, maka harga minyak mentah dapat meroket menjadi 300 dolar AS per barel," kata Analis di eToro social network for investors, Mikhail Mashchenko seperti dilansir RT, Rabu, (15/11).
Analis investasi di Global FX, Ivan Karyakin menunjukkan area konflik yang memproduksi sepertiga minyak global. Arab Saudi, Irak, Iran, Uni Emirat Arab, Kuwait, Oman, dan Qatar bersama-sama menghasilkan sekitar 28 juta barel per hari, atau sekitar 30 persen produksi global.
"Harga minyak akan naik segera menjadi 150-180 dolar AS per barel," katanya.
Menurut Karyakin, semua akan tergantung pada durasi konflik. Pasar dunia akan bertahan dua atau tiga hari setelah konflik. Jika konflik berlangsung seminggu, maka harga akan naik menjadi 200 dolar AS atau lebih tinggi.
"Ini akan memiliki konsekuensi jangka panjang, karena stok akan turun, " ujar Karyakin.
Karyakin menegaskan, perang antara Riyadh dan Teheran bukan untuk kepentingan Rusia dan Cina. "Rusia adalah mitra banyak negara yang saling bertentangan di Timur Tengah."Sedangkan Cina merupakan importir minyak terbesar.
Jika Riyadh dan Teheran berperang maka risiko terbesar adalah terjadi kenaikan harga minyak. Menurut Karyakin, Cina akan menggunakan semua pengaruhnya terhadap Iran dan AS untuk mencegah konflik antara Riyadh dan Teheran.