REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Kajian Sosial Politik Indonesia Development Monitoring (IDM), Bin Firman Tresnadi menilai manuver PDI Perjuangan yang mengusung perwira Polri di Pilkada 2018 menunjukkan ambisi merebut kemenangan. Memang, kata dia, itu tidak ada salahnya, selama yang sudah merupakan warga sipil.
(Baca: Komisi II DPR Minta Waspadai Potensi Konflik di Pilkada)
Menurutnya, publik telah sama-sama mahfum bahwa saat ini tak ada satupun partai politik di Indonesia yang bergerak berlandaskan pada platform perjuangan. Hampir semua partai politik bermanuver dikarenakan kepentingan pragmatisme semata. Namun, ini tentu saja contoh buruk bagi rakyat.
"Manuver-manuver politik yang berlandaskan kepada pragmatisme telah menjebak rakyat kepada isu-isu yang dapat membawa mundur peradaban bangsa ini," kata dia, Selasa (9/1).
Diketahui kewenangan Polri saat ini sangat banyak dan power full. Sehingga jika para mantan petinggi Polri ini bertarung dalam ajang Pilgub, peluang untuk menangnya sangatlah besar. Dia melanjutkan, mungkin PDI Perjuangan berkaca kepada kedua kekalahan di Pilgub Banten dan DKI Jakarta.
Karena Pilgub 2018 adalah salah satu kunci bagi kemenangan Pemilu 2019. Tidak ada perdebatan programatik di kalangan rakyat saat ini. Mirisnya, yang ada hanya ujaran-ujaran kebencian di antara para pendukung.
Di sisi lain, manuver politik dalam respons Pilgub 2018 ini dinilai telah mengubur potensi-potensi muda, kader-kader PDI Perjuangan yang sebetulnya memiliki cara pandang dan pola pikir yang bisa dikatakan sejalan dengan platform perjuangan PDI Perjuangan itu sendiri. Karena mereka lahir dari pergolakan politik di republik ini jauh sebelum masa reformasi. Bukan kader-kader karbitan yang lahir karena pragmatisme politik.
Menurutnya, tak ada jalan lain bagi PDI Perjuangan jika ingin kembali berkuasa dan menjadi pemenang pada pemilu 2019 yaitu mereka harus banting stir kembali kejalan perjuangannya. Sejumlah jenderal dari institusi TNI/Polri yang diusung PDIP, di antaranya, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanudin dan Irjen Anton Charliyan di Jawa Barat, Irjen Pol Murad Ismail di Maluku dan Irjen Pol Safaruddin di Kalimantan Timur.