REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Advokat Frederich Yunadi didakwa merintangi penyidikan kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el), bersama-sama dengan Bimanesh Sutarjo, dokter dari Rumah Sakit Medika Permata Hijau. Mantan kuasa hukum Setya Novanto itu diduga dengan sengaja melakukan rekayasa agar Novanto dirawat inap di Rumah Sakit Medika Permata Hijau, pada pertengahan November 2017.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan Jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/2) terungkap keberadaan Setya Novanto saat penggeledahan di kediamannya di Jalan Wijaya XIII, Nomor 19, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada15 November 2017. Saat itu, karena tak memenuhi panggilan, penyidik KPK melakukan upaya penangkapan dan penggeledahan di kediaman Novanto. Namun, mantan Ketum Partai Golkar itu tak berada di rumah.
"Penyidik KPK menanyakan keberadaan Setya Novanto kepada terdakwa. Namun, terdakwa mengatakan tidak mengetahui," ujar jaksa Kresno Anto Wibowo saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/2).
Padahal, diketahui sebelumnya Fredrich telah menemui Novanto di gedung DPR. Namun, saat penyidik KPK datang, Novanto terIebih dahulu telah pergi meninggalkan rumahnya bersama dengan Azis Samual dan Reza Pahlevi yang merupakan ajudannya.
Menurut Jaksa, Novanto dan dua orang tersebut menuju Bogor dan menginap di Hotel SentuI. Novanto berada di sana sambiI memantau perkembangan situasi meIalui televisi dan pada keesokan harinya, menurut jaksa, Setya Novanto kembaIi Iagi ke Jakarta menuju gedung DPR.
Fredrich didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.Ancaman pidana bagi Fredrich dalam dakwaannya adalah penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.