Selasa 20 Feb 2018 19:21 WIB

Budaya Kopi Bisa Eratkan Hubungan Warga RI dan Australia

Budaya kopi menjadi salah satu bidang dimana warga kedua negara terlibat.

Kopi asal Toraja dijual di sebuah kafe di Melbourne.
Foto: ABC
Kopi asal Toraja dijual di sebuah kafe di Melbourne.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekelompok peneliti asal Monash University, Queensland University di Australia serta Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada di Indonesia menyatakan warga kedua negara terlibat dalam budaya kopi, pertalian hubungan yang selama ini tidak banyak diketahui.

Hasil penelitian tersebut dipaparkan di hadapan sejumlah kalangan, Selasa (20/2) di kampus Monash University di Melbourne. Ide penelitian ini datang dari Prof Ariel Heryanto yang sekarang menjadi guru besar di Monash University. Penelitian bermaksud mengetahui bentuk hubungan apa yang ada di kalangan kelas menengah kedua negara, namun bukan di bidang yang sudah diketahui selama ini, seperti politik atau ekonomi.

Untuk itu, para peneliti mengadakan pengumpulan data melalui warga RI yang dulunya pernah tinggal di Australia namun sekarang sudah kembali ke Indonesia, dan warga Australia yang berada di Indonesia sekarang. Penelitian dipusatkan di tiga kota yaitu Jakarta, Yogyakarta dan Bali.

Menurut Prof Ariel, penelitian ini ingin mengetahui adanya hubungan antarwarga kedua negara yang selama ini belum banyak diketahui dan perlu mendapatkan pengakuan dan apresiasi lebih tinggi.

"Kita memang ingin mengetahui interaksi sosial apa yang terjadi antara warga kedua negara dalam kehidupan sehari-hari," kata Ariel Heryanto.

Dalam paparannya, salah seorang peneliti Dr Inayah Rakhmani dari UI mengatakan penemuan mereka adalah 'budaya kopi' merupakan salah satu bidang dimana warga kedua negara terlibat dalam hubungan yang tak banyak diketahui publik.

Inayah mencontohkan cerita Siti Maryam Rodja dari LSM bernama Baraka Nusantara yang membangun Sekolah Sangkabira di Sembalun di Lombok, Nusa Tenggara Barat. "Ide mendirikan Baraka Nusantara muncul di Brisbane, dengan pemikiran bagaimana membuat kopi asal Indonesia bisa lebih banyak tersedia di Australia, dan bagaimana bisnis itu bisa membantu warga di Sembalun," kata Inayah.

Sementara dari Australia sendiri ada cerita mengenai Jeffrey Neilson yang berasal dari University of Sydney. Dia sudah melakukan penelitian mengenai kopi di Indonesia selama 20 tahun terakhir.

"Jeffrey sudah banyak melakukan perjalanan di Indonesia, dan melihat bagaimana selama 10 tahun terakhir berkembangnya proyek-proyek kecil untuk memasok kopi asal Indonesia ke Australia, juga usaha memotong jalur distribusi sehingga kopi dari petani bisa langsung sampai ke pemilik kafe," tambah Inayah.

Kerja sama dan keterlibatan warga kedua negara bisa ditingkatkan lagi dalam soal kopi mengingat Indonesia merupakan salah satu penghasil kopi terbesar di dunia, sementara Australia merupakan negara paling maju dalam 'budaya kopi'.

Budaya kopi di Australia sudah terkenal di seluruh dunia
Budaya kopi di Australia sudah terkenal di seluruh dunia. Foto: ABC Erwin Renaldi

Keterlibatan di bidang musik dan film

Penelitian ini juga mengungkapkan adanya hubungan kopi dengan pembicaraan mengenai seni, film dan kehidupan sosial lainnya. "Di Indonesia, budaya kopi merupakan fenomena urban yang baru, khususnya di kalangan anak muda dan juga komunitas pembuat film independen," kata Inayah.

"Dan mereka membicarakan hal-hal seperti seni, film dan kehidupan sosial lainnya di kafe trendi yang sekarang bermunculan di berbagai kota," ujarnya.

Peneliti dari UGM Dr Nadjib Azca yang juga menjadi salah seorang peneliti menggambarkan cerita mengenai Agung Leak dari Kedai Kebun Forum di Yogyakarta, yang mendirikan forum tersebut di tahun 1996. Kafe tersebut sekarang menjadi tempat berkumpulnya orang yang tertarik dengan dunia seni.

"Tempat itu memang biasanya dikunjungi turis, dan kebanyakan berasal dari Australia. Namun biasanya warga lokal dan turis duduk terpisah. Namun di pertengahan tahun 2000-an hal tersebut berubah ketika Kebun Forum mulai mengadakan pameran seni," kata Azca.

Dalam wawancara dengan tim peneliti, Agung Leak menggambarkan bagaimana ketika ada pertunjukkan seni, semua yang hadir berbaur jadi satu. "Adanya pertunjukkan atau pameran seni membuat mereka melupakan latar belakang sosial, dan membuat mereka berbicara hal di luar identitas mereka. Kita bisa mengaitkan ini dengan budaya kopi," kata Agung Leak.

Keterlibatan kopi dalam hubungan kelompok muda Australia Indonesia juga diungkapkan oleh melalui keterangan Fitri Mayang Sari yang selama di Australia terlibat dalam kelompok AIYA (Australia Indonesia Youth Association) dan Causindy (Conference Australia Indonesia Youth).

"Salah satu ide yang berkembang di kalangan anak muda adalah kerjasama lewat kopi, memperkenalkan Indonesia dan Australia lewat kopi. Idenya adalah menghubungkan dua kafe yang berbeda di dua tempat berbeda di kedua negara lewat Skype. Ketika sedang minum kopi mereka bisa berrkomunikasi dengan orang lain di Australia. Cafe menyediakan fasilitas tersebut, hal yang sudah dilakukan oleh Yuza, pemilik cafe di Jakarta yang pernah ikut Causindy," kata Fitri Mayang Sari kepada tim peneliti.

Dalam kesimpulannya, penelitian yang dibantu oleh Australia Indonesia Center (AIC) tersebut mengatakan hubungan budaya yang sudah ada antara Indonesia dan Australia bisa diperluas dan diperdalam dengan penemuan yang dibuat oleh tim peneliti seperti budaya kopi, film dan seni.

 

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/wisata-nad-budaya/budaya-kopi-pemersatu-indonesia-dan-australia/9466796
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement