REPUBLIKA.CO.ID, OUAGADOUGOU -- Para penyerbu di Ibu Kota Burkina Faso, Ouagadougou, menewaskan delapan orang dan melukai puluhan lainnya dalam serangan terkoordinasi terhadap markas besar tentara dan kedutaan Prancis.
Menteri luar negeri Prancis mengatakan serangan itu mungkin dilakukan oleh kelompok-kelompok teror. Wilayah tandus Sahel di Afrika Barat sedang menghadapi lonjakan kekerasan oleh kelompok-kelompok gerilyawan garis keras, yang beberapa di antaranya merupakan bagian dari jaringan Alqaidah dan ISIS.
Peningkatan kekerasan itu ditanggapi secara agresif oleh berbagai negara, termasuk Prancis dan Amerika Serikat. Belum ada pihak yang menyatakan bertanggung jawab atas serangan di Ouagadougou yang merupakan serbuan besar ketiga kalinya di ibu kota itu hanya dalam dua tahun.
Baca juga, Orang Bersenjata Serang Kedubes Prancis di Burkina Faso.
Serangan-serangan sebelumnya dilancarkan oleh sekutu-sekutu Alqaidah sebagai pembalasan atas keikutsertaan Burkina Faso dalam memerangi para gerilyawan di kawasan tersebut.
"Semuanya mengarah kepada kesimpulan bahwa serangan ini dilakukan oleh kelompok-kelompok teroris," kata Menlu Prancis Jean-Yves Le Drian kepada televisi LCI.
Televisi negara Burkinabe mengatakan sejumlah pria bersenjata yang tak diketahui identitasnya telah membunuh lima tentara dan melukai 64 lainnya di markas militer. Dua anggota polisi paramiliter Burkina Faso juga tewas ketika melindungi kedutaan.
Presiden Roch Kabore mencicit bahwa jumlah korban tewas telah meningkat menjadi delapan orang. Le Drian mengatakan "banyak" korban berjatuhan di markas tentara, namun tidak ada warga Prancis yang menjadi korban jiwa dalam serangan serentak itu.
Kepolisian nasional mengatakan, dalam pernyataan bahwa delapan pria bersenjata tewas, yaitu empat di kedutaan dan empat lainnya di markas besar militer. Dua penyerang ditangkap, menurut sumber militer dan televisi negara.
Para saksi mata mengatakan sekelompok pria bersenjata dengan mengenakan penutup wajah melancarkan serangan ke markas besar tentara di pusat kota sekitar pukul 10.00 waktu setempat.
Sekitar dua kilometer dari lokasi insiden itu, kedutaan besar Prancis juga diserang setelah sebuah mobil van menerobos pagar pembatas gedung kedutaan. Le Drian mengatakan kerusakan di kedutaan relatif kecil.
Kementerian Pertahanan Prancis mengatakan bahwa pasukan khusus Prancis, yang memiliki markas di Burkina Faso, dimanfaatkan untuk melindungi para warga negara Prancis serta mengamankan kedutaan.
Kepolisian juga berjaga-jaga di dekat kantor perdana menteri, yang juga dilaporkan terjadi penembakan.
Burkina Faso adalah negara bekas jajahan Prancis dan, seperti beberapa negara lainnya di Afrika barat dan tengah, memegang hubungan erat dalam bidang keamanan dan perdagangan dengan Paris.
Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang berbicara dengan Presiden Kabore melalui telepon, mengutuk serangan itu dan mengatakan bahwa Paris berkomitmen penuh mendukung kawasan.
Di kawasan itu, Prancis menempatkan 4.500 tentaranya sebagai bagian dari pasukan kontraterorisme sejak negara itu mengambil bagian memerangi kelompok-kelompok militan di Mali pada 2013.