REPUBLIKA.CO.ID, LONDON-- Inggris mengatakan laporan Organisasi Pelarangan Senjata Kimia, OPWC, mendukung dugaan keterlibatan Rusia dalam kasus keracunan mantan mata-mata Rusia , Sergei Skripal (66) dan putrinya Yulia (33).
OPWC menegaskan bahwa Skripal diracuni oleh racun saraf paling mematikan. Namun organisasi ini tidak menyebutkan nama racun tersebut dalam ringkasan laporan yang dipublikasikan pada Kamis (12/4).
Inggris sebelumnya telah mengidentifikasi racun itu sebagai Novichok. Ini dikembangkan oleh Rusia selama Perang Dingin. Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson mengatakan tidak ada alternatif lain dalam kasus ini kecuali keterlibatan Kremlin.
"Hanya Rusia yang memiliki sarana, motif dan dokumen. Kremlin harus memberikan jawaban," kata Johnson seperti dilansir Los Angeles Times.
Kelompok pengawas yang berbasis di Belanda itu dalam laporan lengkapnya tersebut juga tidak mengidentifikasi sumber racun. Ini semakin memperkuat dugaan Rusia bahwa negara Barat melakukan provokasi yang dimaksudkan untuk mendiskreditkan Kremlin.
Inggris mengatakan karakterisasi laporan substansi sangat mendukung dugaan awal bahwa racun hanya bisa diproduksi oleh laboratorium negara. Namun Moskow menolak untuk memberikan sampel yang dapat dicocokkan.
Pada saat yang sama, Rusia meningkatkan tuntutan untuk akses diplomatik ke Skripal dan putrinya. Skripal masih di rumah sakit, dan putrinya telah keluar dan melakukan rawat jalan.
"Satu bulan telah berlalu, namun belum ada yang melihat mereka," kata Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, kepada wartawan di Moskow.
Dia bersikeras bahwa pihaknya harus membuktikan kepada Inggris bahwa orang-orang ini tidak disandera, dan tidak terlibat dalam beberapa hal yang mengerikan. Sehari sebelumnya, Yulia Skripal, menolak tawaran bantuan dari Kedutaan Besar Rusia di London. Kedutaan, menyatakan bahwa pernyataan perempuan muda itu telah dibuat atau dipaksakan.
"Tanpa ada kemungkinan untuk memverifikasinya, publikasi oleh Polisi Metropolitan menimbulkan pertanyaan baru daripada memberikan jawaban. Kami ingin memastikan bahwa pernyataan itu benar-benar berasal dari Yulia. Sejauh ini, kami sangat meragukannya," kata kedutaan.