REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Meski gagal melakukan mogok massal, ratusan sopir angkutan umum (angkot) tetap melakukan aksi unjuk rasa di Halaman Gedung Sate, (8/5). Mereka menuntut segera dilakukan penertiban terhadap angkutan taksi daring.
Ketua Harian Wadah Aliansi Aspirasi Transportasi (WAAT) Jawa Barat, Anton Ahmad Fauzi, aksi unjuk rasa dilakukan sebagai bentuk protes para sopir angkot karena pemerintah belum menerapkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108 Tahun 2017 tentang angkutan sewa khusus berbasis online atau plat hitam tidak dalam trayek.
"Kami meminta pemerintah segera menerapkan aturan tersebut. Meski sudah sejak tahun lalu diterbitkan namun sampai sekarang belum ada penerapannya," ujar Anton.
Anton mengatakan, penerapan aturan tersebut sangat penting karena pendapatan sopir angkot anjlok hingga 60 persen. Bahkan, kondisi lebih parah terjadi di wilayah perkotaan.
"Awalnya setiap sopir bisa mengantongi pendapatan bersih Rp 80 ribu per hari. Tapi kini, pendapatan mereka turun drastis," katanya.
Saat ditanya tentang batalnya aksi mogok supir angkot, Anton mengatakan hal tersebut karena para sopir takut akan ancaman dari para pengurus. Padahal, sebagain besar para pengurus bukan berprofesi sebagai sopir sehingga kurang paham kondisi parah sebenarnya di lapangan.
Akibat imbauan pengurus, aksi demo hanya diikuti sedikit anggota. Adapun yang hadir berasal dari wilayah Kabupaten Bandung.
"Pengurus tidak tahu penderitaan para sopir karena mereka sudah digaji oleh anggota," katanya.
Aksi demo sopir angkutan sendiri berlangsung damai di bawah pengamanan ratusan personel polisi. Dalam pengaman, polisi menutup arus lalu lintas di Jalan Diponegoro atau depan Gedung Sate.