REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terpidana kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono mengembalikan uang pengganti kejahatannya sebesar Rp 87 miliar kepada negara, Kamis (17/5). Artinya, buronan selama 13 tahun ini telah melunasi kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 169 miliar.
"Pada hari ini yang bersangkutan telah melunasi dalam arti membayar kali terakhir sebagai pelunasan kewajibannya kepada pemerintah, kepada negara, sebesar RP 87 miliar," kata Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Tony Spontana dalam keterangan persnya, Kamis (17/5).
Tony menegaskan, saat ini Samadikun Hartono sudah tidak memiliki sangkut paut dengan aset yang disita oleh Kejaksaan. Sebab, telah membayar lunas uang sisa korupsinya.
"Ini artinya dengan pelunasan dengan kewajiban melunasi uang pengganti berdasarkan putusan pengadilan, ini berarti sudah tidak ada sangkut paut lagi dengan aset-aset yang bersangkutan, sudah selesai kewajiban dia," tegasnya.
Tony menjelaskan tugasnya saat ini selaku eksekutor menyerahkan uang sisa korupsi tersebut ke negara. Terpidana Samadikun pun saat ini masih berada di Lembaga Permasyarakatan menjalani sisa hukumannya.
"Namanya kan ini putusan sudah inkrah dan kejaksaan selaku eksekutor telah melakukan eksekusi baik terhadap pidana penjaranya," jelas dia.
In Picture: Koruptor BLBI Kembalikan Uang Korupsi.
Untuk diketahui, pembayaran uang pengganti ini tertunda 15 tahun. Mahkamah Agung lewat putusannya pada 2003 mewajibkan Samadikun membayar uang pengganti atas kejahatan korupsi BLBI sebesar Rp 169 miliar. Hakim MA juga menghukum Samadikun empat tahun penjara.
Setelah ditangkap pada 2016 lalu, Samadikun telah membayar uang pengganti sebesar Rp 81 miliar dalam beberapa tahap selama rentang 2016 sampai 2018. Pembayaran uang pengganti korupsi hari ini diserahkan dalam bentuk uang tunai ke Kejaksaan Tinggi Jakarta. Kejaksaan kemudian memasukkannya ke rekening Bank Mandiri di Plaza Mandiri.
Kejaksaan pun meminta agar koruptor lain yang masih belum membayar uang pengganti kerugian negara untuk melakukan hal serupa. "Ke depan, kami akan inventarisasi lagi terpidana-terpidana yang masih mempunyai tunggakan untuk bayar uang pengganti, akan kami approach, akan kami persuasi," kata Tony.