REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengomentari rancangan Peraturan KPU (PKPU) soal larangan eks narapidana kasus korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Menurut Hasto, sebaiknya para mantan Napi korupsi tersebut tetap bisa mencalonkan diri sebagai anggota legislatif demi menjaga hak konstitusi warga negara.
"Bagi mantan napi korupsi kan sudah menjalani hukuman dan sudah membangun proses interaksi sosial dengan baik dengan masyarakat. Seharusnya secara Undang-Undang, demi menjaga hak konstitusi warga negara, mereka (mantan Napi Korupsi) bisa dicalonkan dan mencalonkan diri," ujar Hasto di Kantor DPD PDI P Jatim, Surabaya, Ahad (27/5).
Hasto menyatakan, dalam peraturan, merupakan hak setiap warga negara yang telah memenuhi syarat untuk bisa mencalonkan dan dicalonkan sebagai anggota legislatif. Artinya, lanjut Hasto, tidak bisa dihambat oleh siapapun karena prinsipnya pemilu itu adalah hak rakyat berdaulat.
"Selama mereka memenuhi persyaratan mereka harus diakomodasikan untuk dicalonkan ataupun hak untuk dapat mencalonkan. Itu hak konstitusional warga negara," kata Hasto.
Hasto melanjutkan, seseorang tidak bisa mencalonkan dan dicalonkan sebagai anggota legislatif hanya apabila putusan pengadilan mencabut hak politiknya. "Kecuali putusan pengadilan mencabut hak politiknya. Selamat tidak ada hak politik yang dicabut, mereka (mantan napi korupsi) memiliki hak untuk itu (dicalonkan dan mencalonkan)," kata Hasto.
Meski demikian, lanjut Hasto, dalam tradisi PDI P, bagi mereka yang terkena persoalan korupsi akan dipecat statusnya dari keanggotaan partai. Sehingga, anggota partai yang sudah dipecat tersebut otomatis pula tidak bisa dicalonkan dalam perburuan menuju anggota legislatif.
Sebaliknya, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemillu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyambut baik langkah KPU yang menyusun aturan larangan mantan narapidana kasus korupsi maju sebagai caleg. Menurut dia, kebijakan yang disusun oleh KPU tersebut justru untuk melindungi hak asasi masyarakat untuk mendapatkan pemimpin yang baik dan bebas dari masalah.
"Karena proses pemilu bukan hanya sekedar prosedur tetapi juga bagaimana substansinya mampu berpihak kepada kepentingan orang banyak," kata Titi. Jebolan Fakultas Hukum UI itu menilai larangan KPU tersebut merupakan langkah yang maju bagi demokrasi bangsa, termasuk mewujudkan pemilu yang berintegritas.
Integritas dalam penyelenggaraan pemilu, lanjut dia, tak hanya bergantung pada integritas para penyelenggara dan proses penyelenggaraannya saja. Namun juga, diperlukan langkah untuk memastikan orang yang terpilih dalam pemilu merupakan orang yang berintegritas dalam tata kelola pemerintahan serta anti-korupsi.
"Jadi KPU itu mengambil peran maju dan menjawab aspirasi banyak elemen bangsa," tambahnya. Ia mengatakan, tak ada jaminan bagi mantan narapidana kasus korupsi yang akan menjadi caleg kemudian terbebas dan bersih dari perilaku korupsi.