Selasa 12 Jun 2018 06:27 WIB

KPK: Tak Ada Kata Ampun untuk Kepala Daerah yang Korupsi

KPK minta JPU agar memperberat tuntutan pidana pada kepala daerah korup

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Esthi Maharani
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang memberi keterangan terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di Blitar dan Tulungagung di gedung KPK, Jakarta, Jumat (8/6).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang memberi keterangan terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di Blitar dan Tulungagung di gedung KPK, Jakarta, Jumat (8/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menginginkan agar tak ada kata ampun untuk para pejabat yang tetap nekat korupsiwalau pernah disupervisi oleh KPK. Saut bahkan menyarankan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK agar memperberat tuntutan pidana kepada mereka.

"Saya berkali-kali bilang ke jaksa penuntut KPK agar ini dijadikan pemberatan. Sebab, KPK hanya dianggap angin lalu. Kerugian negara tidak ada dampaknya," kata Saut melalui pesan singkat, Senin (11/6).

Pada pekan lalu, KPK menggelar operasi tangkap tangan di Jawa Timur. Padahal KPK, sudah melalukan pengarahan dan adanyapenandatanganan komitmen bersama anti-korupsi kepada seluruh para kepala daerah di Jawa Timur pada tahun 2017.

Meskipun masih banyak kepala daerah yang nekat, sambung Saut, KPK akan terus meningkatkan supervisi dan kegiatan pencegahan di daerah-daerah rawan korupsi."Baik KPK datang ke daerah itu, atau kami undang dalam kegiatan di daerah, ini dalam upaya menjaga dan membangun integritas pimpinan di daerah," terang Saut.

KPK menetapkan Wali Kota Blitar,Muhammad Samanhudi Anwar dan Bupati Tulung Agung Syahri Mulyo sebagaitersangka kasus dugaan suapproyek infrastruktur jalan dan sekolah yang ada di Blitar dan Tulung Agung. Keduanya ditetapkan menjadi tersangka setelah operasi tangkap tangan untuk dua perkara di kedua wilayah tersebut.
Selain dua kepala daerah tersebut, KPK juga menetapkan tersangka lainnya untuk perkara di Tulung Agung yakni sebagai penerima suap adalahSutrisno (SUT) Kadis PUPR Pemkab Tulung Agung dan seorang pihak swasta Agung Prayitno.Sementara untuk perkara Blitar, KPK menetapkan seorang pihak swasta Bambang Purnomo sebagai penerima suap.Untuk pemberi suap di kedua kasus korupsi tersebut adalah orang yang sama yakni seorang kontraktor Susilo Prabowo. Sehingga total 6 orang dijadikan tersangka dalam dua kasus korupsi ini.

Susilo Prabowo adalah salah satu kontraktor yang sering memenangkan proyek Pemkab Tulung Agung sejak tahun 2014 sampai 2018. Untuk perkara di Tulung Agung, diduga pemberian suap dari Susilo untuk Bupati Tulung Agung melalui Kadis PUPR sebesqr Rp 1 Miliar terkait proyek infrastruktur peningkatan jalan pada Dinas PUPR kabupaten Tulung Agung. Diduga pemberian ini adalah pemberian ketiga . Sebelumnya Bupati diduga telah menerima pemberian pertama Rp 500 juta dan pemberian kedua Rp 1 Miliar.

Sementara untuk perkara di Blitar, diduga Wali Kota Blitar menerima pemberian dari Susilo melalui Bambang senilai Rp 1,5 Miliar terkait ijin proyek pembangunan sekolah lanjutan pertama di Blitar dengan nilai kontrak Rp 23 Miliar.Fee ini diduga bagian dari 8 persen yang menjadi bagian untuk Wali Kota dari total fee 10 persen yang disepakati sedangkan 2 persennya akan dibagi bagikan kepada Dinas.

Dalam operasi tangkap tangan di dua perkara ini tim KPKmengamankan uang di lokasi yang dimasukkan dalam dua kardus dengan pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu. Uang sebanyak Rp 2,5 Miliar yang diamankan, bukti transaksi perbankan dan catatan proyek.

Adapun kepada yang diduga sebagai penerima Syahri, Agung, Sutrisno, Samanhudi dan Bambang disangkakan melanggar pasal 12 huruf a dan pasal 12 huruf b, atau pasal 11 dalam Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1. Sementara kepada yangdiduga pemberi, Susilo dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement