REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon membantah kebijakan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sama saja dengan kebijakan pemerintahan saat ini mengenai perpindahan status personel TNI/Polri menjadi PNS. Bantahan itu ia lontarkan sebagai tanggapan atas pernyataan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin tentang pengangkatan Komjen M Iriawan sebagai pj gubernur Jawa Barat.
"Apa yang disampaikan Ali Muktar ini ngingau, menggambarkan ketidakmengertiannya dan dangkalnya pengetahuannya,” ungkapnya dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (19/6).
Jansen juga meminta agar kebijakan era SBY tidak menjadi yurisprudensi politik. “Jadi jangan disama-samakan kebijakan di zaman Pak SBY, apalagi dijadikan yurisprudensi politik oleh pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)," ujar Jansen.
Jansen mengatakan, pada era kepemimpinan SBY, semua kebijakan diputuskan dengan penuh pertimbangan, terukur, dan penuh kehati-hatian. Menurutnya, tak relevan jika menyamakan era kepemimpinan SBY dan Jokowi soal pengangkatan TNI/Polri sebagai plt kepala daerah.
"Ini sudah copy-paste, namun salah prosesnya,” ujar Jansen.
Dia lalu menjelaskan beberapa pengangkatan personel TNI sebagai plt gubernur didahului dengan alih status dari militer menjadi PNS. Tanribali Lamo, contohnya, menjadi plt gubernur Sulawesi Sulawesi Selatan pada Januari-April 2008 setelah beralih status dari asisten Personalia KSAD sebagai dirjen Kesatuan Bangsa dan Politik di Kemendagri.
Hal yang sama juga terjadi kepada Mayjen TNI Setia Purwaka yang dilantik menjadi Penjabat Gubernur Jawa Timur pada 2008-2009. Sebelumnya, dia lebih dulu diangkat sebagai PNS dengan menjadi Irjen di Kementrian Informasi dan Teknologi. "Jadi berbeda dengan M Iriawan ini,” kata dia.
Terkait pengangkatan Irjen Carlo Brix Tewu sebagai penjabat gubernur Sulawesi Barat, Jansen menyebut hal adalah sebuah kesalahan. Akan tetapi, pada masa itu, isu tersebut tidak diributkan karena publik belum sadar mengenai hal tersebut.
Jansen tak ingin kejadian yang luput dari kritik publik itu terjadi kembali. Baginya, insiden itu tidak dapat digunakan sebagai pembenaran atas kebijakan pemerintahan Jokowi dalam menunjuk Iriawan sebagai pj gubernur Jabar.
"Ini sama dengan logika maling tidak ketangkap, berikutnya maling lagi. Masak jadi dibenarkan? Ya tetap harus ditangkaplah. Karena itu salah,” ungkapnya.
Sebelumnya, Ngabalin menilai cicitan SBY terkait penguasa yang melampaui batas seharusnya tidak banyak ditanggapi. Cicitan yang dianggap berkaitan dengan pengangkatan Iriawan ini pun dinilai sumir oleh Ngabalin karena SBY melakukan hal serupa pada eranya.
Ngabalin mengatakan dia tidak ingin menghabiskan waktu dengan berkomentar atas kritik yang dilayangkan SBY dan Partai Demokrat. Terlebih, pada pemerintahan sebelumnya juga ada personel Polri/TNI yang menjadi penjabat gubernur.
"Emang zaman Pak SBY waktu mengangkat Mayjen Tanribali, beliau sudah pensiun?" ujar Ngabalin, Selasa (19/6).
Mayjen TNI Achmad Tanribali Lamo menjadi Penjabat Gubernur Sulawesi Selatan pada Januari-April 2008. Masih pada era SBY, ada pula Mayjen TNI Setia Purwaka yang dilantik menjadi penjabat Gubernur Jawa Timur pada 2008-2009.
Ngabalin pun heran mengapa partai SBY tidak mengkritisi Irjen Carlo Brix Tewu yang menjadi penjabat Gubernur Sulawesi Barat. Hal serupa juga terjadi ketika Mayjen TNI Soedarmo menjadi penjabat Gubernur Aceh.