REPUBLIKA.CO.ID, CILEUNYI -- Penjabat Gubernur Jawa Barat (Jabar) Komisaris Jenderal Polisi M Iriawan mempersilakan pihak-pihak yang hendak menggugat Keputusan Presiden Nomor 106/P/2018. Beleid itu merupakan dasar hukum pengangkatan Iriawan sebagai penjabat gubernur sampai pelantikan gubernur terpilih hasil Pemilihan Kepala Daerah Serentak 27 Juni 2018.
"Kalau aturan tidak pas menurut hukum, silakan. Saya tidak banyak bicara tentang itu," ujar Iriawan kepada wartawan di sela-sela kunjungan ke Pos Pengamanan Lalu Lin tas Cileunyi Kabupaten Bandung, kemarin.
Ia mengklaim, fokus sekarang adalah melaksanakan tugas sekaligus mempertanggungjawabkan amanah yang diberikan. Pada hari ketiga menjadi penjabat gubernur, Iriawan menyambangi sejumlah tempat.
Selain mengunjungi Pos Pengamanan Lalu Lintas Cileunyi, mantan Kapolda Metro Jaya itu juga mengunjungi Kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jabar di Kota Bandung. Kamis (21/6), Iriawan berencana mengunjungi Bandara Udara Internasional Kertajati di Kabupaten Majalengka.
Menurut dia, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tentu sudah mempertimbangkan semua regulasi dengan matang. Dengan demikian, keputusan yang tidak tepat tidak mungkin terjadi. "Masa dari Kemendagri akan menyerahkan Keppres (Keputusan Presiden) kemudian akan membuat presiden (Presiden Joko Widodo) salah?," kata Iriawan.
Ia juga enggan berbicara banyak tentang regulasi perihal pengangkatan sebagai penjabat gubernur. Sebab, Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional itu meyakini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sudah mempertimbangkan semua aspek dengan matang.
Salah satu dasar hukum yang dikritisi sejumlah pihak, termasuk Ombudsman Republik Indonesia, adalah Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Pasal tersebut berbunyi, "Anggota Kepolisian Negara RI dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian." "Jadi, saya hanya disiapkan bahwa saya ditugaskan sebagai penjabat. Mohon laksanakan. Tentu regulasinya sudah dikaji jauh-jauh hari," ujar Iriawan.
Iriawan resmi menjabat sebagai penjabat Gubernur Jabar sejak mula pekan ini. Ia menggantikan Ahmad Heryawan yang masa jabatannya sebagai gubernur Jawa Barat habis pada pekan lalu.
Pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan Iriawan sebagai penjabat gubernur dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di Gedung Merdeka Kota Bandung, Senin (18/6). Pelantikan tersebut didasarkan pada Keppres Nomor 106/P Tahun 2018 tentang Pengesahan Pemberhentian Dengan Hormat Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat Masa Jabatan Tahun 2013-2018 dan Pengangkatan Penjabat Gubernur Jawa Barat.
Penunjukkan Iriawan menuai pro dan kontra di kalangan publik. Dari parlemen, sejumlah fraksi, tidak terkecuali fraksi pendukung pemerintah, yaitu Nasional Demokrat, bersiap mengajukan hak angket terkait hal tersebut.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan mengatakan, Partai Demokrat akan mengusulkan hak angket terkait penunjukkan Iriawan. Tujuan hak angket adalah mempertanyakan kebijakan pemerintah yang berpotensi melanggar UU. "Kita ingin meminta penjelasan kepada pemerintah, kepada presiden," kata Syarief kepada Republika di Jakarta, Rabu (20/6).
Dia menekankan, hal yang saat ini diutamakan adalah usulan pengajuan hak angket itu diterima pada Sidang Paripurna DPR. Dia menyebut, bila nanti pengusulan hak angket telah memenuhi persyaratan, dibawa ke Sidang Paripurna. Anggota Badan Komunikasi Partai Gerindra Andre Rosiade mengatakan, Partai Gerindra akan segera mengajukan hak angket terkait penunjukan Iriawan. Sembari menunggu reses, Andre memastikan Gerindra tidak akan melakukan gugatan ke pengadilan.
Menurut Andre, pengajuan hak angket yang diinisasi oleh Partai Gerindra ini memiliki tujuan untuk mengoreksi kebijakan pemerintah. Ia melihat, ada beberapa pelanggaran hukum dari keputusan melantik Iriawan. "Dari undang-undang kepolisian, (UU) Aparatur Sipil Negara (ASN) sampai ke (UU) pemilu, di langgar," katanya ketika dihubungi Republika, Rabu (20/6).
Andre memastikan pengajuan hak angket tidak bertujuan menjatuhkan pemerintah. Ia menambahkan, keputusan untuk mengajukan hak angket murni untuk melakukan koreksi terhadap kebijakan pemerintah. n hartifiany praisra/farah noersativa/adinda pryanka ed: muhammad iqbal