REPUBLIKA.CO.ID, KURASHIKI -- Jepang berupaya memulihkan utilitas dan membantu korban banjir terburuk dalam 36 tahun, Selasa (10/7). Korban menghadapi risiko kesehatan dari suhu panas dan kurangnya air. Tim penyelamat terus melakukan pencarian korban yang semakin tak ada harapan.
Hujan deras memicu banjir dan longsor di Jepang barat pekan lalu, menewaskan 127 orang dan mendorong Perdana Menteri Shinzo Abe membatalkan perjalanan ke luar negeri untuk mengatasi bencana. Beberapa juta orang mengungsi dari rumah mereka.
Pasokan listrik telah kembali, tetapi tidak pada 3.500 pelanggan, namun lebih dari 200 ribu pelanggan masih tanpa aliran air di bawah terik matahari, dengan suhu sekitar 33 derajat Celsius di beberapa daerah yang paling terkena dampak, seperti Kota Kurashiki.
"Ada permintaan untuk memasang AC karena suhu yang meningkat di atas 30 derajat hari ini, dan pada saat yang sama kita perlu memulihkan jalur kehidupan," kata Menteri Keuangan Taro Aso kepada wartawan setelah pertemuan kabinet.
Jalan-jalan yang tertutup lumpur kering di Distrik Mabi di Kurashiki menyebabkan debu berterbangan ketika kendaraan penyelamat atau mobil melintas. Para penyintas menceritakan tentang jalan keluar yang sempit.
"Itu sangat sempit. Jika kami berada disana lebih dari lima menit, kami tidak akan selamat," kata Yusuke Suwa, yang mengendarai mobil dengan istrinya Sabtu pagi ketika sebuah perintah evakuasi datang setelah tengah malam.
"Itu sangat gelap dan kami tidak dapat melihat dengan jelas apa yang terjadi, meskipun kami tahu ada air di luar. Kami tidak menyadari itu menjadi masalah besar," katanya.
Seperempat wilayah Mabi yang rentan banjir, yang terjepit di antara dua sungai, kebanjiran setelah tanggul runtuh akibat kekuatan hujan lebat minggu lalu. NHK mengatakan jumlah korban tewas banjir naik menjadi setidaknya 127, dengan 63 hilang.
Pemerintah telah menyisihkan 70 miliar yen (631 juta dolar Amerika Serikat) dana infrastruktur untuk menanggapi bencana, dengan 350 miliar yen (3,15 miliar dolar AS) sebagai dana cadangan, Aso mengatakan anggaran tambahan akan dipertimbangkan jika diperlukan.
"Ketika jumlah yang diperlukan menguat kami akan mempertimbangkan anggaran tambahan nanti jika dana ini terbukti tidak cukup," jelasnya.
Jepang memantau kondisi cuaca dan mengeluarkan peringatan dini. Rumah penduduk yang padat dibangun di lahan yang sebagian besar bergunung-gunung sehingga membuatnya rentan terhadap bencana.
Namun, beberapa penduduk Mabi mengabaikan peringatan itu, mengingat sejarah banjir di daerah itu. "Kami mendapat perintah evakuasi sebelumnya dan tidak ada yang terjadi, jadi saya pikir ini akan sama," kata Kenji Ishii (57) yang mengabaikan perintah dan tinggal di rumahnya bersama istri dan putranya.
Sebuah perahu militer menarik mereka dari lantai dua rumah, tempat mereka melarikan diri dari air yang semakin tinggi. "Ketika kapal penyelamat mulai datang, mereka dapat menemukan orang yang melihat keluar dari jendela, tetapi mereka yang tinggal di dalam rumah tidak terlihat oleh mereka," ujar Ishii.
Sebuah perintah evakuasi baru dirilis pada Selasa di sebuah wilayah dari Prefektur Hiroshima, setelah sebuah sungai yang diblokir oleh puing-puing meluap. Hal itu berdampak pada 23 ribu orang.
Baca juga: Tidak Ada WNI Jadi Korban Banjir Jepang