REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) YM Suhadi mengungkapkan, saat ini Indonesia masih mengalami kekurangan hakim. Per Juli 2018, jumlah hakim di Indonesia ada sekitar 7 ribu hakim. Padahal idealnya, Indonesia memerlukan 11 ribu hakim.
"Kita memang masih kekurangan hakim. Idealnya 11 ribu hakim, jadi kurang sekitar 4 ribu hakim," kata Suhadi dalam Lokakarya Media di Megamendung, Kabupaten Bogor, Rabu (18/7).
Meski begitu, menurut dia, saat ini sudah ada 1.591 hakim yang baru direkrut. Namun hakim baru tersebut, masa pakainya masih tiga tahun yang akan datang setelah mengikuti pendidikan dan latihan.
Kondisi kekurangan hakim ini memang menjadi masalah yang cukup krusial. Terlebih, kata Suhadi, jumlah hakim saat ini tidak sebanding dengan tingginya jumlah perkara di pengadilan Indonesia.
"Sekarang ini sudah banyak pengadilan-pengadilan yang hakim dan persidanganya tunggal," ungkap Suhadi.
Bahkan, kata dia, hingga saat ini sebanyak 86 pengadilan negeri (PN) baru akibat pemekaran daerah kabupaten dan kota pun belum bisa dioperasionalkan karena tiadanya hakim. "Ada 86 pengadilan baru. Sudah ada Kepressnya, tapi belum bisa digunakan karena hakimnya tidak ada," jelas dia.
Tak hanya masalah jumlah hakim, pelanggaran yang dilakukan hakim pun terbilang cukup banyak. Pelanggaran itu meliputi suap menyuap, gratifikasi. Tercatat, hingga bulan Juli 2018 saja, Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) telah memberikan sanksi kepada 81 pegawai pengadilan yang terbukti melakukan penyimpangan.
"Yang sudah diberikan sanksi itu ada 81, tapi yang masih proses sekarang memang masih banyak," kata Kepala Bawas MA Nugroho Setiadji dalam Lokakarya Media di Bogor, Selasa (17/7).
Dia mengatakan, pegawai pengadilan yang diberikan sanksi tersebut terdiri dari unsur hakim maupun non-hakim. Namun menurut dia, yang paling banyak melakukan pelanggaran adalah hakim.
Menurut dia, salah satu faktor penyebab terjadinya praktik-praktik tersebut, karena mindset dari pegawai pengadilan terkait gratifikasi, suap menyuap dan praktik kotor lainnya masih belum berubah. Sehingga hingga saat ini praktik-praktik tersebut masih banyak ditemukan bahkan dianggap sebagai hal yang wajar.
"Mindset itu belum berubah, saya selalu ingatkan kepada semua pegawai kalau kita itu tanggal 1 sudah digaji. Nah ini kan luar biasa? Belum bekerja sudah digaji. Makanya harus bisa mengubah mindset itu," jelas Nugroho.