Senin 23 Jul 2018 05:40 WIB

Pengamat: Jangan Paksa JK Kembali Jadi Cawapres

Pengamat menilai jika JK dipaksa kembali menjadi cawapres maka jadi preseden buruk.

Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno mengatakan semua pihak harus menghormati sikap Jusuf Kalla (JK) yang sudah menyampaikan tidak ingin kembali menjadi calon wakil presiden (cawapres). Sebab menurutnya jika dipaksakan akan menjadi preseden buruk kedepannya.

"Seharusnya kita buka rekaman pernyataan JK yang mengatakan ingin pensiun di dunia politik dan menyerahkan trah kepemimpinan ke depan kepada kaum muda," kata Adi di Jakarta, Ahad (23/7).

Menurutnya, pernyataan JK itu seharusnya menjadi petunjuk semua pihak sehingga tidak perlu dibujuk lagi jadi cawapres dengan mengajukan uji materi. Adi mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) pernah menolak gugatan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait masa jabatan presiden/wakil presiden.

Adi mengatakan terkait gugatan Partai Perindo mengenai masa jabatan presiden/wapres, akan jadi preseden buruk jika gugatan itu dikabulkan karena sebelumnya pernah diuji lalu ditolak MK.

"Kalau MK mengabulkan uji materi itu, bisa preseden buruk karena putusan sebelumnya MK menolak. Kalau dulu dari banyak kalangan MK menolak, kenapa giliran gugatan Perindo dikabulkan," ujarnya.

Dia menduga Perindo ingin mendapatkan keuntungan elektoral apabila JK kembali menjadi cawapres karena JK secara figur sangat kuat sehingga bisa menarik dukungan masyarakat. Hal itu menurutnya sama seperti yang dilakukan parpol pendukung Jokowi sebagai capres 2019-2024, yang mendapatkan keuntungan elektoral dari sosok Jokowi.

Adi juga menilai kalau gugatan itu dikabulkan maka akan muncul gugatan dari banyak orang, apabila posisi wapres bisa lebih dari dua kali dijabat seseorang. "Kalau wapres bisa 3 kali, kenapa Presiden tidak? Kenapa gubernur, wali kota dan bupati tidak bisa 3 kali," katanya.

Menurutnya, secara politik apabila JK kembali maju menjadi cawapres, maka peluang calon pemimpin yang lebih muda akan tertutup.

Baca juga: MK Diminta Profesional Terkait Gugatan Masa Jabatan Wapres

Seperti diketahui, berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Jusuf Kalla tidak bisa mencalonkan diri lagi menjadi cawapres karena sudah dua periode. Adapun, Partai Perindo mengajukan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Mereka menggugat pasal 169 huruf n yang menghalangi Jusuf Kalla bisa maju sebagai calon wakil presiden pada Pemilu 2019.

Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa capres-cawapres bukanlah orang yang pernah menjadi presiden atau wakil presiden sebanyak dua periode. Sementara itu, Jusuf Kalla sudah dua kali menjabat sebagai wakil presiden, yakni pada 2004-2009 dan 2014-2019.  Perindo sebagai partai peserta pemilu merasa dirugikan oleh kehadiran pasal tersebut. Sebab, pasal itu menghalangi Perindo untuk mengajukan Jusuf Kalla sebagai cawapres pada Pemilu 2019.

Sebelumnya, MK menyatakan tak menerima uji materi UU 7/2017 tentang pemilu terkait masa jabatan presiden dan wakil presiden. Dalam beleid tersebut mengatur bahwa presiden atau wapres yang pernah menjabat dua kali masa jabatan tidak bisa lagi mencalonkan diri.

Uji materi ini sebelumnya diajukan oleh perseorangan Muhammad Hafidz dan Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa dan Perkumpulan Rakyat Proletar. Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan pemohon tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan. Menurut hakim, ketentuan itu tak berdampak langsung kepada pemohon.

Uji materi itu sebelumnya dilatari aspirasi sejumlah kelompok masyarakat yang ingin Jusuf Kalla kembali maju mendampingi Presiden Joko Widodo dalam Pemilu 2019. Namun, ketentuan tersebut dianggap menghambat pencalonan Jusuf Kalla.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement