REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan jumlah korban meninggal dunia hingga Kamis (9/8) sore mencapai 259 orang. Korban yang tertimpa reruntuhan diperkirakan masih ada dan upaya evakuasi masih dilanjutkan.
Korban meninggal dunia tersebar di wilayah Lombok, NTB dan Bali. Data BNPB menunjukkan sebanyak 212 korban meninggal dunia berada di Lombok Utara. Di Lombok Barat, korban tewas mencapai 26 orang, Lombok Timur 11 orang, Kota Mataram enam orang, Lombok Tengah dua orang, dan Kota Denpasar dua orang.
Sebanyak 1.033 orang luka berat dan masih dirawat inap di rumah sakit dan puskesmas. Pengungsi sebanyak 270.168 orang yang tersebar di berbagai tempat. Adapun kerusakan fisik meliputi 67.857 unit rumah rusak, 468 sekolah rusak, enam jembatan rusak, tiga rumah sakit rusak, 10 puskesmas rusak, 15 masjid rusak, 50 unit mushola rusak, dan 20 unit perkantoran rusak.
“Data ini masih data sementara. Korban meninggal dunia, luka-luka, dan kerusakan akibat gempa masih akan bertambah,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Kamis sore (9/8).
Sutopo menerangkan ribuan personel dikerahkan dalam penanganan gempa. Sebanyak 21 alat berat dikerahkan untuk memudahkan evakuasi korban. Alat berat tersebut terdiri atas eskavator, dozer, dump truk, loader, trailer, dan mobile crane. Alat berat, kata Sutopo, akan terus ditambah dari wilayah sekitar dan ditambah bantuan swasta.
“Tim SAR Gabungan dari Basarnas. TNI, Polri, ESDM, dan relawan terus melanjutkan pencarian korban,” katanya.
Khusus di Masjid Jabbal Nur, Desa Lading-Lading, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara, petugas masih melakukan pencarian korban. Masjid Jabbal Nur menjadi salah satu titik fokus penanganan tim karena diduga masih terdapat korban yang tertimbun. Korban saat kejadian tengah melaksanakan ibadah salat isya dan langsung tertimba reruntuhan.
Sutopo menambahkan, gempa susulan dengan kekuatan 6,2 SR di Lombok Utara semakin menambah trauma masyarakat. Gempa dirasakan sangat keras dan menyebabkan beberapa bangunan rusak. Sementara ini, tercatat 24 orang luka-luka akibat tertimpa bangunan.
Kepala Unit Humas dan Protokeler Universitas Hasanuddin yang mengawal Tim Medis Unhas di Lombok, Ishaq Rahman mengatakan, guncangan terasa sangat keras. Awalnya, getaran terasa kecil dan dianggap biasa, tetapi tak lama kemudian guncangan menjadi keras.
“Kurang lebih kejadian terjadi sekitar jam satu siang. Saya kebetulan berada di Kota Mataram tapi guncangan sangat keras,” kata Ishaq melalui sambungan telepon kepada Republika.co.id, Kamis (9/8).
Ishaq mengatakan, saat kejadian dia sedang berada di Puri Indah Hotel, Mataram. Dia berada di lantai tiga. Saat mencoba keluar dari kamar hotel, Ishaq menuturkan langit-langit lorong hotel berjatuhan karena diterpa guncangan kuat. Situasi seketika panik karena kekuatan guncangan gempa sama sekali tak terduga.
“Saya sudah empat hari di sini, ada gempa susulan itu biasa karena hanya kecil. Ternyata benar-benar goyang,” kata Ishaq. Karena hotel yang dia tempati mayoritas ditinggali relawan, dia mengaku saat kejadian tidak banyak orang yang berada di dalam hotel. Sebab di siang hari relawan sibuk mengurus para korban.
Sebelumnya, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan gempa di Lombok kali ini adalah siklus 200 tahunan dari patahan Flores. Ia menyebutkan titik gempa terkuat berada di Lombok Utara dan Lombok Timur, kemudian muncul titik di Mataram. Menurutnya, Pulau Lombok berdekatan dengan batu bumi yang patah dan disebut sebagai Sesar Flores.
Bentang patah sesar Flores tersebut dari Bali hingga utara Laut Flores. Ketika patah terjadi akan memunculkan energi yang sangat besar. Patahan terbesar muncul pada 200 tahun silam dan kali ini pengulangan kembali.