Jumat 14 Feb 2020 19:35 WIB

Dosen Unair Ciptakan Hidrogel Kornea untuk Atasi Kebutaan

Hidrogel kornea berbasis kolagen ini masih terus dikembangkan untuk atasi kebutaan

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Esthi Maharani
mata
Foto: pixabay
mata

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Dosen Universitas Airlangga (Unair) Prihartini Widiyanti berkolaborasi dengan dokter spesialis mata dan tim Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Departemen Mata RSUD Dr. Soetomo menciptakan hidrogel kornea berbasis kolagen, sebagai alternatif untuk kebutaan akibat ulkus kornea. Yanti menjelaskan, hasil penelitian yang dimulai pada 2015 tersebut, terus dikembangkan, dengan memvariasikan material untuk mendapat karakterisitik kornea artificial agar lebih mendekati kebutuhan klinis.

"Seperti halnya keadaan yang harus lembab yang memfasilitasi pertumbuhan sel  untuk mendukung penyembuhan," ujar Yanti melalui siaran persnya, Jumat (14/2).

Yanti memaparkan, gangguan penglihatan atau kebutaan masih menjadi masalah serius di Indonesia. Tercatat hasil penelitian pada 2014-2016 terdapat 6,4 juta masyarakat dari 15 provinsi di seluruh Indonesia mengalami gangguan mata. Dari 6,4 juta orang di Indonesia yang mengalami gangguan mata tersebut, 1,3 jutanya di antaranya mengalami kebutaan, dan sisanya masuk dalam kategori sedang dan berat.

"Kebutaan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya ulkus kornea. Ulkus kornea merupakan salah satu kelainan pada mata yang dapat mengganggu fungsi penglihatan pada mata," ujar Yanti.

Yanti menjelaskan, dalam pengembangan hidrogel kornea, terdapat beberapa bahan yang digunakan. Di antaranya kolagen dan kitosan. Kolagen yang digunakan, lanjutnya, merupakan kolagen tipe 1 yang banyak ditemukan di tubuh makhluk hidup dengan mayoritas menggunakan kolagen sapi.

“Sumber kolagen ada beberapa macam seperti sisik ikan kakap merah, kolagen sapi, dan kaki ayam. Kolagen tipe 1 terdapat di semua vertebrata dan karakteristiknya berbeda- beda," ujar Yanti.

Sementara kitosan yang digunakan, berasal dari ekstraksi makhluk hidup yakni cangkang udang dan kepiting. Tidak hanya itu, kata Yanti, karena hidrogel kornea tersebut sintetik, maka ada campuran dari bahan kimia.

“Tergantung karakteristik yang kita tuju. Kalau misalnya kita menguatkan di kejernihannya akan lebih memerlukan material sintetik, karena bahan alam relatif lebih banyak pengotornya. Tapi kalau kita mau memfokuskan pada biokompatibilitasnya atau tingkat penerimaan dari tubuh, ya tentu kita pakai bahan alam,” kata Yanti.

Yanti menyatakan, pengujian yang dilakukan, di antaranya uji in vitro dan uji in vivo. Dalam uji in vitro atau uji lab, menurut Yanti banyak melewati tahapan, mulai dari uji kimia, uji fisika, dan uji biologi. Selanjutnya, in vivo atau uji biologis di dalam makhluk hidup dilakukan bersama dengan tim yang terdiri dari dokter spesialis mata dan PPDS mata untuk insersi atau mengimplankan ke hewan uji.

“Jadi  penelitian kami sudah sampai di tahap implan ke hewan coba dibantu dengan dokter spesialis mata. Namun kami menyadari masih memerlukan langkah yang panjang untuk dapat diaplikasikan karena masih memerlukan optimasi pada beberapa karakteristik biomaterialnya,” ujar Yanti.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement