Kamis 04 Oct 2018 22:02 WIB

Penyuap Eni Saragih Didakwa Beri Suap Rp 4,7 Miliar

JPU mendakwa Johannes Budisutrisno Kotjo memberi suap sebesar Rp 4,7 miliar.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Tersangka kasus dugaan suap PLTU Riau-1 Johannes Budisutrisno Kotjo tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (10/9).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Tersangka kasus dugaan suap PLTU Riau-1 Johannes Budisutrisno Kotjo tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (10/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo  didakwa menyuap Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih. Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kotjo memberikan suap kepada Eni sebesar Rp 4,7 miliar.

"Terdakwa memberi atau menjanjikan sesuatu, yaitu memberi uang secara bertahap sebesar Rp 4,7 miliar," ujar JPU KPK Ronald Worotikan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/10).

Diduga uang yang diberikan Kotjo agar Eni membantunya untuk memenangkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1. Rencananya, proyek tersebut akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.

Awalnya, Kotjo melalui Rudy Herlambang selaku Direktur PT Samantaka Batubara mengajukan permohonan dalam bentuk IPP kepada PT PLN Persero terkait rencana pembangunan PLTU. Menurut jaksa, karena tidak ada kelanjutan dari PLN, Kotjo menemui Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. Kotjo meminta bantuan Novanto agar dapat dipertemukan dengan pihak PLN.

Kemudian, Novanto mempertemukan Kotjo dengan Eni yang merupakan anggota Fraksi Golkar yang duduk di Komisi VII DPR, yang membidangi energi. Selanjutnya, menurut jaksa, Eni beberapa kali mengadakan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Hal itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU.

Dalam dakwaan juga tertulis, Eni meminta uang  untuk keperluan pilkada suaminya Muhammad Al Khadziq yang mencalonkan diri sebagai Bupati Temanggung. Namun Kotjo sempat keberatan.  Eni pun meminta bantuan kepada Idrus untuk bisa membujuk Kotjo. Idrus pun meminta kepada Kotjo  dengan mengatakan "tolong adik saya ini dibantu…buat pilkada".

Karena belum ditanggapi oleh Kotjo, Eni kembali meminta kepada Idrus agar membujuk Kotjo terkait permintaan uang untuk pilkada suaminya. Untuk itu Idrus kemudian menghubungi Kotjo melalui pesan WhatsApp dengan kalimat "Maaf bang, dinda butuh bantuan untuk kemenangan Bang, sangat berharga bantuan Bang Koco…Tks sebelumnya".

Setelah mendapatkan pesan WhatsApp tersebut, Terdakwa memberikan uang sejumlah Rp250 juta kepada Eni.  Masih dalam dakwaan, diduga suap yang diberikan Kotjo kepada Eni juga digunakan untuk membiayai musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar. Awalnya, Eni memberitahu Idrus Marham selaku pelaksana tugas Ketua Umum Partai Golkar bahwa Kotjo akan memberikan uang kepadanya. Atas sepengetahuan Idrus, Eni mengirim pesan singkat kepada Kotjo yang berisi permintaan uang sebesar 400 ribu dollar Singapura.

Setelah adanya komunikasi, Eni dan Idrus pun menemui Kotjo di kantornya di Graha BIP Jakarta. Dalam pertemuan, Kotjo membenarkan adanya fee sebesar 2,5 persen yang akan diberikan kepada Eni. Diketahui dalam Munaslub Golkar,  Eni menjabat sebagai. Saat bertemu, Eni meminta uang kepada Kotjo dengan alasan untuk membiayai pelaksanaan Munaslub. Idrus pun turun tangan dengan meminta bantuan kepada Kotjo.

Setelah itu, permintaan itu disanggupi oleh Kotjo. Dia memerintahkan sekretaris pribadinya untuk memberikan uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp 4 miliar kepada Eni. Kotjo didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement