REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pemerintah Provinsi Bali bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Bali berkomitmen memperbanyak jumlah desa bersih narkoba. Ini menyusul telah dikeluarkannya pararem atau hukum adat antinarkoba untuk membatasi ruang gerak pengedar barang haram tersebut di Pulau Dewata.
"Pararem antinarkoba dan Desa Bersih Narkoba ini untuk mencegah sedini mungkin penyalahgunaan dan peredaran narkoba di tengah masyarakat Bali," kata Gubernur Bali, Wayan Koster, Jumat (16/11).
Data BNN Provinsi Bali menunjukkan angka penyalahgunaan narkoba di Bali mencapai 1,62 persen setara 50.539 jiwa pada 2017. Jumlah ini menurun dari tahun-tahun sebelumnya, namun keberadaannya membuat seluruh pihak tak boleh lengah melakukan terobosan untuk memerangi narkoba.
Kepala BNN, Irjen Pol Heru Winarko mengatakan Bali termasuk ke dalam lima besar daerah pengguna narkoba dan daerah dengan jenis narkoba terbayak yang beredar. Ini mengingat Bali merupakan salah satu destinasi pariwisata dunia yang dikunjungi banyak wisatawan mancanegara.
Peredaran narkoba di Bali tak hanya menyasar anak muda, namun juga dewasa, bahwa remaja, mulai dari perkotaan hingga pelosok desa. Pengukuhan Desa Bersih Narkoba yang dimulai dari Kabupaten Gianyar ini, sebut Heru diharapkan semakin menekan angka peredaran dan penggunanya.
"Seluruh komponen desa beekrja sama agar desanya memiliki ketahanan akan narkoba," kata Heru.
Kasus penyalahgunaan narkoba di Bali secara data memang menurun, dari peringkat 11 nasional menjadi 23 nasional. Namun, secara kualitas, Bali tetap menjadi sasaran empuk pelaku penyalahgunaan narkoba secara tak langsung dari aktivitas pariwisatanya.
Pusat Penelitian, Data dan Informasi (Puslitdatin) BNN bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kesehatan (Puslitkes) Universitas Indonesia mendata prevalensi penyalahgunaan narkoba di Bali 2017 menurun 0,4 persen, dari 2,02 menjadi 1,62 persen. Jumlah pecandu menurun dari 62.457 orang menjadi 50.539 orang. Jumlah penduduk Bali sekitar 3,12 juta jiwa pada 2017.