REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Dian Fath Risalah
Suasana canda dan menggelitik terselip dalam sidang lanjutan kasus suap PLTU Riau-1 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Rabu (2/1). Hal itu diawali dengan sikap canggung Bupati Temanggung Muhammad Al Khadziq yang menolak memberikan kesaksian di depan istrinya, Eni Maulani Saragih, yang merupakan terdakwa dalam sidang tersebut.
Al Khadziq masuk dalam ruang sidang bersama tiga saksi lainnya yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Melihat suaminya, Eni langsung menyampaikan keberatannya kepada majelis hakim. "Saya keberatan karena beliau adalah suami saya, yang mulia," ujar mantan wakil ketua Komisi VII itu.
Mendengar keberatan Eni, ketua majelis hakim Yanto langsung menanyakan kepada Al Khadziq, apakah sudah benar memberikan keterangan untuk Eni saat diperiksa oleh penyidik KPK. Namun, Al Khadziq malah mencurahkan keberatannya memberikan kesaksian. Ia mengaku tidak tega menjalani kesaksian itu. "Saran saya, karena ada beban di hati saya, saya minta untuk tidak diambil keterangan saya hari ini," jawab Al Khadziq.
Hakim Yanto pun menunda meminta keterangan Al Khadziq dan meminta tiga keterangan dari tiga saksi lainnya, yakni Direktur PT Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk, Nenie Afwani; mantan menteri sosial Idrus Marham; dan pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk, Samin Tan. Setelah ketiga saksi selesai memberikan keterangan, Al Khadziq dipanggil kembali.
Namun, yang dipanggil tidak kunjung masuk ke ruangan sidang. Al Khadziq menghilang dan tidak berada di ruang tunggu saksi. Eni pun langsung menduga bahwa suaminya sedang tertidur pulas.
Dugaan Eni ternyata benar. Al Khadziq sedang tertidur ketika dijemput oleh penasihat hukum Eni. Ketua majelis hakim pun langsung memberikan guyon atas kejadian tersebut. "Pantes bener ya, Bu Eni istrinya tahu persis," canda hakim Yanto.
Kepada Al Khadziq, ketua majelis hakim kembali menanyakan Al Khadziq apakah tetap pada pendiriannya untuk tidak memberikan keterangan. Jawaban Al Khadziq ternyata masih tetap sama. "Untuk sementara, Saudara (Al Khadziq) bisa pulang. Namun, tidak menutup kemungkinan dipanggil lagi. Ya sudah tidak salaman nih dengan istri, jangan malu-malu lah," canda hakim Yanto kembali terhadap Eni dan suami.
Grogi diguyon terus oleh hakim, Eni dan sang suami pun tampak malumalu saat bersalaman. Bahkan, Eni yang ingin mencium tangan Al Khadziq pun seperti tertahan oleh tangan suaminya yang lebih memilih untuk berjabat tangan saja.
Eni didakwa menerima suap Rp 4,7 miliar dari pemegang saham Blackgols Natural Resources Ltd, Johanes B Kotjo. Uang itu diduga diberikan agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU Riau-1.
Selain suap, Eni juga didakwa menerima gratifikasi Rp 5,6 miliar dan 40 ribu dolar Singapura dari sejumlah direktur perusahaan di bidang minyak dan gas. Hampir semua uang suap serta gratifikasi yang diterima Eni dialirkan untuk kepentingan sang suami, M Al Khadziq, yang mengikuti pemilihan bupati Kabupaten Temanggung pada 2018.
Sementara itu, mantan menteri sosial Idrus Marham mengungkapkan, Eni sangat gugup saat KPK melakukan tangkap tangan di rumah dirinya. Saat itu, 13 Juli 2017, Eni datang menghadiri ulang tahun anak Idrus. Selain itu, Idrus ingin mengenalkan proyeksi calon legislatif.
Setelah memberikan proyeksi, Idrus lalu masuk ke dalam ruang kerjanya dan berbincang dengan bendahara Golkar. "Kurang lebih 20 menit tiba-tiba diketuk pintu saya. Begitu diketuk, ternyata Dinda Eni datang dengan agak gugup. Dia masuk. Saya tanya, 'Ada apa, dek," dan Eni menjawab, 'Ini loh ada KPK. Akhirnya, saya bawalah Eni keluar. Saya bilang,'" kata Idrus.
Menanggappi cerita Idrus, Eni mengakui bila dirinya saat itu sangat gugup. "Karena waktu itu saya minta Pak Kotjo itu dengan tanda terima dengan kuitansi. Saya kagetnya luar biasa," katanya.
"Saya pikir ini bukan suap, tapi ternyata suap dan saya sudah mengakui dalam persidangan, bentuk pengakuan salah saya," ujar Eni. ¦ ed: ilham tirta