Selasa 29 Jan 2019 10:44 WIB

Apakah Allah SWT Laki-Laki atau Perempuan?

Pertanyaan ini terkait erat dengan kaedah ketidaksamaan Allah dengan makhluk-Nya.

Jamaah  menangis saat mengikuti Dzikir Nasional di Masjid At-tin   Jakarta, Senin (31/12).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Jamaah menangis saat mengikuti Dzikir Nasional di Masjid At-tin Jakarta, Senin (31/12).

REPUBLIKA.CO.ID, Pertanyaan ini tentu, pernah terlintas di sebagian benak umat Islam. Terlintasnya pemikiran semacam ini dalam konteks sebagai manusia biasa, tentu adalah wajar. 

Namun, menurut Lembaga Fatwa Dar al-Ifta’ Mesir, pertanyaan ini sudah salah sejak awal baik dari hubungan antara obyek dan pertanyaan atau dari segi logika serta konteks pertanyaan, maka dari itu, sebenarnya jawabannya pun sangat mudah ditebak. 

Lembaga ini memberikan analogi tentang pertanyaan yang salah sejak awal. Misalnya, ketika seseorang menanyakan apakah lemari yang ada dalam rumah kita merasakan panas atau dingin? Tentu, pertanyaan ini salah sejak awal sebab, lemari tidak bisa disamakan dengan manusia, atau makhluk hidup lainnya. 

Berangkat dari logika ini, menurut Dar al-Ifta’, pertanyaan ini sudah keliru sejak awal. Allah SWT tidak sama dengan makhluk apapun. Allah pun tak bisa disamakan dengan manusia dari segi jenis kelamin, baik pria atau wanita. Inilah yang sejalan dengan makna ayat ke-11 surah as-Syura:

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.”

Pengertian ayat ini secara tegas menjelaskan bahwa Allah tidak menyerupai satupun makhluknya. Selanjutnya, Allah juga tidak menyerupai satupun manusia dalam sifat apapun, baik dari bentuk, perilaku, dan ciri khas lainnya, demikian juga dengan gender. Tuhan adalah Tuhan, sementara manusia adalah manusia. Jelas-jelas ada beda antara Tuhan dan hamba-Nya. 

Dengan demikian, kata ‘Dia’ yang menggunakan kata ganti (dhamir) laki-laki yaitu ‘huwa’, bukan berarti untuk menunjukkan gender sebagai lawan dari wanita. Maksud ayat menggunakan kata Dia laki-laki tersebut, hanya bertujuan memberikan gambaran yang mudah bagi akal manusia, tidak lebih. 

Lafal ‘huwa’ dalam bahasa Arab itu untuk menggantikan orang ketiga dan kata ‘hiya’ dipakai sebagai pengganti perempuan. Bahasa manapun tak bisa mewakili dan menggambarkan secara mutlak tentang hakikat Allah SWT. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement