REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Luas perkebunan kopi di Indonesia adalah yang terbesar kedua di dunia setelah Brasil. Hanya saja produktivitas kopi di Indonesia adalah salah satu yang mempunyai indeks produktivitas terendah di dunia. Untuk itu, perkembangan industri kopi perlu didorong lebih jauh untuk mengejar ketertinggalan.
Indeks produktivitas kopi di Indonesia hanya bisa menghasilkan 520 kg/HA, lebih sedikit dibandingkan dengan Vietnam yang bisa memproduksi 2.445 kg/HA. Karena luas perkebunan yang besar dan produktivitas yang rendah, Indonesia masih menjadi pengekspor kopi nomor empat di antara negara-negara The Bean Belt.
Meski dengan kondisi yang masih memprihatinkan, perkembangan pesat dari jumlah masyarakat kelas menengah di tanah air mengalami peningkatan. Tahun lalu, konsumsi kopi di Indonesia mencapai 314.400 ton dengan pertumbuhan rata-rata 8,22 persen per tahun. Khusus untuk Fresh Coffee bisa mencapai 1,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp21 triliun di tahun 2017.
Salah satu pelaku industri yang mencoba ikut mendorong perkembangan bisnis kopi di Indonesia adalah Fore Coffee. Fore Coffee lahir dengan misi untuk mengembalikan kejayaan kopi Indonesia, terutama biji kopi Arabika untuk specialty coffee.
"Berbeda dengan pemain lain, kami tidak melihat kopi sebagai tren minuman yang hanya bersifat sementara, namun sebagai sebuah komoditas penting yang bisa mendorong ekonomi domestik dan bisa dinikmati sebagai gaya hidup masyarakat Indonesia untuk jangka panjang,” ujar co-founder Fore Coffee Elisa Suteja melalui siaran resmi yang diterima Republika.co.id, Kamis (31/1).
Fokus dalam menghadirkan specialty coffee, Fore Coffee berniat mendorong permintaan terhadap kopi Arabica. Mereka menggunakan biji kopi Arabica, sehingga bisa meningkatkan pendapatan petani lokal yang mempunyai sertifikat perkebunan organik serta fair trade.