REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Kampanye Nasional (TKN) pemenangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin mengklarifikasi pernyataan calon presiden (capres) 01 terkait propaganda Rusia. TKN mengatakan, pernyataan Jokowi tidak bermaksud menyinggung Rusia sebagai negara.
Wakil Ketua TKN Abdul Kadir Karding mengatakan, pernyataan itu, ditujukan kepada individu yang bekerja sebagai konsultan politik, namun menerapkan strategi yang jauh dari nilai demokrasi dan adab budaya bangsa Indonesia. "Pernyataan Pak Jokowi mestinya dipahami sebagai sebuah kritik terhadap pihak yang doyan menggembar gemborkan slogan anti asing namun justru menjadikan pihak asing sebagai konsultan politik," kata Karding di Jakarta, Selasa (5/2).
Menurut Karding, ucapan capres Jokowi mesti dipahami sebagai sebuah kekhawatiran atas situasi politik yang kian panas. Dia mengatakan, sulit dipungkiri jika pilpres telah menciptakan friksi di antara anak bangsa.
Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu melanjutkan, friksi itu salah satunya terjadi karena strategi politik kotor dari lawan-lawannya yang mau melakukan apa saja demi meraih kekuasaan. Termasuk dengan cara memfitnah, mengadu domba, dan memprovokasi masyrakat.
"Ucapan Pak Jokowi adalah alaram bagi kita semua untuk senantiasa kritis terhadap berbagai informasi. Sebab di era post truth seperti sekarang ini, kebenaran acapkali bukan soal fakta dan realitas tapi soal dari siapa kebenaran itu diucapkan," katanya.
Ketua Tim Cakra 19 Andi Widjajanto menjelaskan, propaganda Rusia yang dimaksud Jokowi mengarah kepada modus operandi yang dikenal sebagai Operasi Semburan Fitnah (Firehose of Falsehood). Dia mengatakan, operasi ini digunakan Rusia antara pada 2012-2017 dalam krisis Krimea, konflik Ukraina dan perang sipil di Suriah.
“Di Rusia, modus operandi ini sudah muncul di dekade 1870-an melalui gerakan Narodniki. Gerakan ini dulu dilakukan untuk menjatuhkan Czar Rusia dengan cara terus menerus memunculkan isu-isu negatif,” katanya.
Mantan Sekretaris Kabinet ini melanjutkan, hasil dari teknik tersebut muncul ketidakpercayaan masif rakyat Rusia terhadap sistem politik yang kemudian dikapitalisasi oleh Lenin saat Revolusi Oktober 1917. Dia mengungkapkan, evolusi paling mutakhir dari modus operandi ini muncul di beberapa pemilihan umum seperti Amerika Serikat, Brazil, dan Brexit.
Andi mengatakan, operasi Semburan Fitnah bertujuan untuk membuat dusta mengalahkan kebenaran. Dia melanjutkan, operasi ini ingin menghancurkan kepercayaan publik ke otoritas politik, termasuk media. "Operasi Semburan Fitnah akan merusak demokrasi, karena itu harus dihancurkan,” kata Andi lagi.