REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Dana terus mengalir deras dari publik bahkan beberapa jam usai kebakaran yang melanda Katedral Notre Dame di Paris, Prancis, Senin (15/4). Dana restorasi yang terkumpul sudah mencapai lebih dari setengah miliar euro atau sekitar Rp 8 triliun.
Total kerusakan gereja berarsitektur Gothik ini memang belum diketahui. Namun, biaya perbaikan salah satu ikon budaya kota Paris ini diperkirakan cukup tinggi.
Presiden Perancis Emmanuel Macron menuturkan, renovasi Notre Dame menjadi perhatian para jutawan di negeri Menara Eiffel itu. Mereka dinilai akan dengan suka rela menderma untuk ikut menanggung dana pemulihan.
Francois Pinault CEO miliarder Kering Group, misalnya, menawarkan 100 juta euro untuk perbaikan. Sementara, CEO konglomerat LVMH Pierre Arnault, berjanji mendonorkan 200 juta euro.
Perusahaan energi, Total, menjanjikan 100 juta euro. Adapun kelompok kosmetik L'Oreal dan keluarga Bettencourt mengatakan akan menyumbangkan 200 juta euro. Keluarga kaya lainnya berjanji memberikan sebesar 20 juta euro.
Sejak bencana kebakaran melanda pada Senin (15/4) kemarin, Paris telah menyisihkan 50 juta euro untuk perbaikan Katedral Notre-Dame. Sementara, pemerintah daerah lain di Perancis berhasil mengumpulkan sekitar 10 juta euro.
Tawaran bantuan praktis dari seluruh Eropa juga telah membanjiri Paris. Presiden Polandia, Andrzej Duda membawa para ahli rekonstruksi negaranya untuk membantu memulihkan Notre Dame. Rekonstruktor Polandia dikenal karena desain gedung-degung Warsawa yang artistik. Sementara perusahaan kaca terbesar dan tertua di Inggris, York Glaziers Trust menawarkan keahliannya secara suka rela untuk kembali mempercantik Notre Dame.
"Apa yang terbakar pada dasarnya adalah struktur atap. Dua pertiga atapnya, yang pada dasarnya adalah pertukangan kayu dan sangat penting secara historis karena itu masih merupakan kayu asli," kata Jean-Louis Cohen, profesor sejarah arsitektur di Institut Seni Rupa Universitas New York, yang dikutip dari Aljazeera, Rabu (17/4).
Bertrand de Feydeau, wakil presiden kelompok pelestarian Fondation du Patrimoine, mengatakan, atap yang dibuat dari balok kayu ek berkisi dari 5.000 pohon, tidak dapat direplikasi, karena Perancis tidak memiliki ukuran pohon ek seperti itu lagi.
"Ini hanya akan menjadi masalah banyak waktu dan banyak uang, untuk melakukannya dengan benar, membutuhkan banyak kerajinan tangan dan banyak jam kerja. Ini bukan sesuatu yang ingin Anda lakukan dengan cara yang begitu saja atau terburu-buru," kata Robert Bork, seorang sejarawan seni kepada Aljazeera.
"Bangunan itu sangat ikonik dan sangat dicintai dan saya harap itu berarti mereka akan meluangkan waktu untuk melakukannya dengan benar dan melakukannya dengan hati-hati," tutup dia.