REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bermula dari keluarga, Saung Angklung Udjo terus berkembang pesat dalam melestarikan budaya tradisional. Berdiri sejak tahun 1964, Saung Angklung Udjo telah memiliki sekitar 300 anggota.
"Kalo untuk seluruh anggota, Saung Angklung Udjo telah tersebar di daerah," kata Manager Marketing Saung Angklung Udjo, Maulana dalam acara Tokoh Perubahan Republika, Jakarta, Rabu (24/4).
Maulana menceritakan Saung Angklung Udjo bermula dari kecintaan (almarhum) Udjo Ngalagena dan istrinya, (almarhum) Uum Sumiati yang ingin mengembangkan seni tradisionl. Seni tersebut berfokus pada tiga unsur, yakni, anak-anak, alam, dan seni dengan alunan angklung.
Waktu itu, Menurutnya, memang hanya untuk kalangan keluarga. Kemudian, lanjut Maulana, pasangan Mang Udjo dikaruniai 10 putra-putri yang mendukung untuk membuat grup angklung.
"Lama kelamaan, tetangga sekitar mengetahui bahwa Mang Udjo mengajarkan angklung ke anaknya, akhirnya banyak yang menyukai angklung, masyarakat sedesa terlibat dalam angklung itu," katanya.
Jika saat ini, Maulana menyatakan, masyarakat telah mengembangkan komunitas (community development), Saung Angklung Udjo telah melakukannya sejak dulu. Menurutnya, community development dibangun oleh Mang Udjo melalui serangkaian kegiatan.
"Jadi kita sudah punya kegiatan setiap hari dan biasanya megadakan empat kali pertunjukan," katanya.
Seiring perkembangannya, Saung Angklung Udjo telah dikenal luas hingga penjuru dunia. Bahkan, Maulana mengatakan, permintaan terhadap alat musik angklung telah mencapai ribuan.
"Kita juga memproduksi ribuan angklung karena banyak permintaan dari berbagai pihak," ungkapnya.
Dalam mendirikan sanggar angklung, Mang Udjo tetep melestarikan materi utama yang diberikan oleh sang guru, Daeng Soetigna. Namun, demi mengikuti perkembangan zaman, Saung Angklung Udjo juga melakukan modifikasi.
"Kita itu, keep the old one and make the new one, kenapa make the new one, karena kalo seni tradisional terpaku dalam tampilan tradisional orang susah untuk menyukai seni," katanya.
Maulana mengatakan, pihaknya memadukan konsep moderen seperti mengkolaborasikan Angklung dengan musik DJ (Disc Jockey) hingga IDM (Intelligent Dance Music). Hal itu, bertujuan untuk mengemas konsep musik yang eksotis agar dapat dinikmati semua kalangan.
"Karena ini sudah zamannya milenial kita harus bisa mengikuti zaman yang terus berkembang," katanya.
Maulana menambahkan, dalam beberapa hajatan, pihaknya tetap membawakan musik angklung yang sangat klasik. Karena, menurutnya, klasik bukan berarti ketinggalan zaman, namun lebih pada tradisi.
"Tapi memang ada beberapa event yang tetap klasik banget yah. Kita tidak melupakan patokan tradisional," ujarnya.