REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kubu pemenangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin menilai permintaan tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terkait perlindungan saksi dan ahli terlalu mendramatisir. Koalisi calon presiden (capres) pejawat berpendapat, permintaan akan menimbulkan kesan ketidakamanan para saksi dalam persidangan.
"Permohonan untuk melindungi para saksi sekalipun dijamin oleh undang-undang namun permohonan ini teralu dramatis dan terkesan bahwa ada persoalan yang membahayakan," kata Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Koalisi Indonesia Kerja (TKN KIK) Ahmad Rofiq di Jakarta, Sabtu (15/6).
Sekretaris Jendral Partai Perindo ini mengungkapkan, tidak ada pengalaman saksi mendapat intimidasi dalam memberikan keterangan di setiap pemilu dari tahun ke tahun. Dia mengatakan, situasi yang terjadi saat ini juga tidak terlihat ada nuansa panas apalagi membahayakan nyawa siapapun. "Semua berjalan aman-aman saja," kata Rafiq lagi.
Sebelumnya, permintaan perlindungan saksi dan ahli diminta oleh Ketua Tim Kuasa Hukum BPN Bambang Widjojanto (BW) kepada MK. Permohonan itu diajukan karena ada kekhawatiran akan adanya intervensi dari capres pejawat. BW berpendapat, petahana mempunyai potensi menggunakan seluruh sumber dayanya.
Alasan lain yang menjadi pertimbangan dimintanya perlindungan saksi oleh BW menyusul adanya potensi proses pemeriksaan di MK tidak bisa seluas-luasnya memberi akses keadilan. Permintaan itu dikemukaan BW setelah sidang pendahuluan dinyatakan untuk dihentikan sementara untuk Shalat Jumat dan makan siang.
"Saya jadi ingin bertanya, yang menciptakan rasa tidak aman itu siapa? Jangan-jangan dibuat sendiri," kata Rofiq lagi.
Sementara, sidang awal sengketa hasil Pilpres digelar di MK, Jumat (14/6). Agenda sidang adalah pembacaan permohonan. Sidang diskors sekira pukul 11.30 WIB untuk jeda Shalat Jumat dan dibuka kembali sekira pukul 13.00 WIB.
Dalam sidang itu, MK mengundang pemohon, termohon, pihak terkait dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). MK memiliki waktu 14 hari untuk menangani permohonan PHPU yang diajukan. Secara resmi, MK rencananya akan membacakan sidang putusan pilpres pada 28 Juni 2019.