Sabtu 13 Jul 2019 05:30 WIB

MK Jelaskan Sejumlah Alasan Jika Sengketa Pileg tak Diterima

Perkara tidak diterima karena tak penuhi syarat formil seperti tenggat waktu.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Ratna Puspita
Suasana sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pileg 2019
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Suasana sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pileg 2019

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak semua sengketa pemilihan legislatif 2019 yang sudah selesai pada tahap sidang pendahuluan dapat dilanjutkan ke sidang pembuktian. Ada sejumlah alasan sengketa pileg tersebut nantinya dinyatakan tidak diterima (niet ontvankelijke verklaard/NO) dan tidak dilanjutkan ke tahap pembuktian. 

Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK), Fajar Laksano, mengatakan majelis hakim konstitusi akan mengeluarkan putusan sela atas perkara perselisihan hasil pemilu (PHPU) legislatif  2019. Putusan ini disampaikan sebelum sidang pembuktian. 

Baca Juga

Menurut Fajar, perkara sengketa PHPU legislatif yang tidak memenuhi syarat formil akan ditolak atau dinyatakan tidak diterima. "Nanti, majelis hakim akan menyampaikan perkara-perkara yang tidak memenuhi syarat formil sehingga pemeriksaan perkara tersebut tidak dilanjutkan ke tahap berikutnya," ujar Fajar di Jakarta, Jumat (12/7).

Hakim MK, lanjut dia, akan menyampaikan hal tersebut setelah mendengarkan permohonan pemohon, jawaban Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pihak termohon, keterangan pihak terkait, dan keterangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Majelis hakim memutuskan hal tersebut melalui Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).

"Kalau tidak memenuhi syarat formil seperti tenggat waktu pengajuan sengketa, legal standing pemohon, dan kewenangan MK, maka dinyatakan tidak diterima," tegas Fajar. 

Dia mengungkapkan, syarat tenggat waktu pengajuan sengketa adalah tiga hari sejak KPU mengumumkan hasil pemilu pada 21 Mei 2019. Artinya, masa akhir tiga hari jatuh pada 24 Mei 2019. 

Sementara itu, pemohon yang mempunyai legal standing atau kedudukan hukum adalah parpol peserta pemilu 2019. "Rekomendasi DPP parpol termasuk syarat formil yang harus dipenuhi, khusus bagi pemohon perseorangan yang menggugat caleg sesama parpol," tambah Fajar.

Terkait kewenangan MK yakni memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara perselisihan hasil pemilu. Perkara yang diajukan MK adalah perkara yang terkait selisih hasil pemilu. 

Sebelumnya, Hakim MK, Arief Hidayat mengatakan pihaknya akan membacakan putusan sela PHPU legislatif  2019 pada 22 Juli  2019. Sebelumnya MK akan menggelarkan RPH untuk memutuskan perkara-perkara yang bakal lanjut ke sidang pembuktian. RPH ini dilakukan setelah MK mendengarkan jawaban-jawaban KPU sebagai termohon dan pihak terkait serta keterangan Bawaslu dalam sidang PHPU Pileg.

Pada Jumat, MK telah selesai menggelar sidang pendahuluan terhadap 260 perkara PHPU legislatif 2019 dari 34 provinsi. Selanjutnya MK akan melakukan sidang pemeriksaan pada 15 Juli hingga 30 Juli 2019. Pengucapan putusan akan dilakukan pada 6 Agustus- 9 Agustus 2019.

Sebagaimana diketahui, sebanyak 260 perkara sengketa PHPU legislatif  terdiri dari 250 perkara PHPU DPR RI/DPRD dan 10 perkara PHPU DPD RI. Dari 250 perkara PHPU Pileg DPR RI/DPRD, terdapat 249 perkata yang diajukan oleh parpol dan satu perkara diajukan masyarakat adat Papua.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement