Jumat 30 Aug 2019 23:00 WIB

Gereja Catat Tujuh Meninggal di Deiyai

Aksi penembakan disebut dilakukan ketika orasi.

Rep: fitriyan zamzami/nawir arsyad/arif satrio nuhroho/ Red: Teguh Firmansyah
Dua personil Brimob berada di dekat kendaraan yang terbakar di Jayapura, Papua, Jumat (30/8/2019).
Foto: Antara/Gusti Tanati
Dua personil Brimob berada di dekat kendaraan yang terbakar di Jayapura, Papua, Jumat (30/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, DEIYAI -- Pihak Gereja Kingmi, Papua, mengklaim telah mendata sejumlah korban meninggal dalam aksi unjuk rasa di Kabupaten Deiyai, Papua, Rabu (28/8). Berbeda dengan versi kepolisian, sebanyak tujuh warga sipil disebut meninggal dalam kejadian itu

Menurut Ketua Departemen Keadilan dan Perdamaian Gereja Kingmi, Yones Douw, mereka mendapatkan data korban meninggal itu melalui laporan warga, saksi mata di lapangan, dan keterangan pihak rumah sakit.

Baca Juga

"Ini jumlah korban yang bisa kami pastikan dan kami jamin benar adanya," kata Yones saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (30/8) malam.

Ia menuturkan, kejadian di Deiyai sedianya berawal pada Senin (26/8). Saat itu, kata Yones, warga yang berunjuk rasa menolak rasialisme meminta pernyataan resmi pihak Pemkab Deiyai terkait tuntutan warga. Kendati demikian, permintaan itu tak dipenuhi.

Massa kemudian kembali menggelar aksi pada Rabu (28/8). Saat itu, ratusan warga berkumpul di lapangan bola di Waghete. Peserta aksi, menurut dia datang dari berbagai lapisan masyarakat seperti pegawai negeri, pendeta, dan pelajar.

photo
Petugas membawa korban terluka insiden di Deiyai di RSUD Mimika, Papua, Kamis (29/8/2019).

Sekitar pukul 11.00 WIT mereka kemudian melakukan long march ke Kantor Bupati Deiyai dan menyampaikan orasi di sana. Saat peserta aksi tengah menyampaikan orasi, menurut Yones, seorang warga bernama Karel Kotopi terkena tembakan di kaki.

Kejadian itu kemudian menyebabkan warga resah dan sebagian melampiaskan kemarahan ke arah aparat TNI dan Polri yang berjaga-jaga. Yones mengakui, ada senapan yang direbut warga dari salah satu mobil aparat sebanyak delapan pucuk.

Menyusul kericuhan itu, tembakan menyalak dari arah aparat keamanan. Yones menyangkal, penembakan itu dilakukan saat pengunjuk rasa melakukan tarian perang seperti yang selama ini disampaikan pihak kepolisian. "Tidak, itu bukan pas waita (tarian perang). Penembakan pas orasi," ujarnya.

Yones menuturkan, saat itu tiga peserta aksi langsung tersungkur di lapangan kantor bupati dan meninggal di tempat. Identitas mereka, kata Yones adalah Marianus Ikomo (37 tahun) warga Gakobo, Distrik Tigi Barat; Derikson Adeye (21 tahun) warga Atouda, Distrik Waghete; dan Hans Ukago (26 tahun) warga Diyai, Distrik Tigi Barat.

Selain itu, menurut Yones empat lainnya meninggal saat dibawa ke rumah sakit. Di antaranya Alpius Pigay (20 tahun) warga Debei, Distrik Tigi Barat; Pilemon Waine (27 tahun) warga Debei, Distrik Tigi Barat; Aminadab Otoki (24 tahun) warga Desa Domou Distrik Waghete. Sementara seorang lagi, Bernadus warga Domou, Distrik Waghete; menurut Yones dipastikan meninggal namun belum diketahui jenazahnya.

Ditahan RS

Menurut Yones jenazah warga yang meninggal itu sempat ditahan pihak rumah sakit. Namun, pada Jumat (30/8), jenazah sudah mulai dikembalikan ke keluarga. "Sudah, sudah dibawa keluarga semua, mungkin besok dimakamkan," ujar dia.

Selain warga yang meninggal, Yones mengatakan ada 31 lainnya yang terluka. Sebanyak 16 orang yang terluka itu masih dirawat di Rumah Sakit Enarotali, dan 15 lainnya dirawat di rumah. Kebanyakan korban meninggal dan terluka itu, kata Yones, katena luka tembak.

Menurut dia, dugaan adanya kelompok separatis yang menyusup dalam pengunjuk rasa juga tak berdasar. "Sebenarnya waktu terjadi peristiwa, bukan OPM yang ambil senjata. Masyarakat ambil senjata karena anggapan mereka ditembakkan. Tadi senjata itu delapan pucuk dikembalikan," ujarnya.

Ia menekankan, jika benar kelompok separatis terlibat, senjata tak akan dikembalikan. Ia juga menyangkal bahwa warga meninggal karena terkena panah.

Sebelumnya, kepolisian melansir bahwa akibat kerusuhan di Deiyai, sebanyak dua warga meninggal dan satu prajurit TNI gugur.

Menko Polhukam telah menyatakan bahwa kabar meninggalnya warga sebanyak enam orang adalah hoaks. "Kemarin ada berita bahwa dalam kerusuhan Deiyai itu ada enam masyarakat tertembak. Sampai di luar negeri diumumkan, padahal tidak," kata Wiranto di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (29/8).

Menurut versi kepolisian yang dilansir Polda Papua, pada Rabu (28/8) pukul 13.00 WIT, sekitar 100 orang melaksanakan demo damai di halaman Kantor Bupati. Setelah satu jam melakukan orasi, situasi masih terkendali sembari menunggu kehadiran Bupati Deiyai.

Kemudian pada pukul 14.00 WIT, tiba-tiba sekitar 1.000 orang dengan senjata tajam berupa panah, tombak dan parang datang bergabung dengan pendemo yang sudah ada sebelumnya sambil menari waita (tarian adat perang). Mereka disebut melakukan pelemparan batu kepada aparat yang sedang melaksanakan pengamanan serta memprovokasi dengan teriakan-teriakan.

"Namun anggota yang melaksanakan pengamanan tidak terprovokasi," kata Kepala Bidang Humas Polda Papua Kombes Ahamad Mustofa Kamal dalam keterangannya, Rabu (28/8).

Tiba-tiba, lanjut Kamal, massa melakukan penyerangan dan penganiayaan kepada anggota TNI yang berada di Mobil Kijang super di samping kantor Bupati Deiyai. Sehingga, pada saat itu juga anggota yang sedang melaksanakan pengamanan berupaya untuk menghentikan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh massa.

Namun, Kamal mengklaim terjadi perlawanan secara membabi buta dengan menggunakan alat tajam yang sudah dibawa sebelumnya."Massa memanah dan melempar batu anggota yang sedang melaksankan pengamanan di halaman kantor Bupati Deiyai," katanya.

Polda Papua menuding adanya suara tembakan dari arah massa, yang membuat aparat membalas tembakan massa yang menyerang anggota TNI dan Polri. Imbas bentrok ini, dua warga sipil dan seorang anggota TNI meninggal dalam rusuh unjuk rasa di Deiyai, Papua pada Rabu (28/8). Lima aparat juga mengalami luka akibat serangan panah.

Satu orang massa terkena tembakan di kaki dan meninggal dunia di RS Enarotali. Satu orang massa lainnya meninggal terkena panah di perut di halaman kantor Bupati Deiyai.

Sementara dari pihak aparat, seorang anggota TNI meninggal karena tertancap panah. Seorang personel TNI, seorang personel Brimob, serta tiga personel Samapta Polres Paniai terkena luka panah. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement