REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Polisi Hong Kong menyerbu kereta bawah tanah dengan tongkat penghalau massa. Mereka juga menyerang para penumpang dengan semprotan lada. Sementara pengunjuk rasa melemparkan bom molotov ke pusat pemerintahan dan melakukan pembakaran di jalan-jalan.
Polisi sudah melarang unjuk rasa hari Sabtu (31/8) kemarin. Unjuk rasa untuk memperingati lima tahun China menolak menggelar pemilihan umum demokratis di Hong Kong. Tapi pengunjuk rasa tetap menggelar aksi demonstrasi seperti yang telah mereka lakukan sepanjang musim panas ini.
Berulang kali pengunjuk rasa memprovokasi dan menghalau polisi. Tapi massa mundur setiap kali pasukan anti huru-hara maju. Bentrok langsung seperti yang terjadi sebelum-sebelumnya pun terhindar.
Pada Sabtu tengah malam, stasiun televisi TVB menyiarkan rekaman video yang memperlihatkan polisi masuk ke peron stasiun Prince Edward. Mengayun-ayunkan tongkat mereka, membuat para penumpang berkumpul di bagian belakang kereta.
Video itu juga menunjukkan polisi menembakan semprotan lada ke pintu kereta yang terbuka. Satu orang laki-laki mengangkat tangannya tinggi-tinggi.
Belum diketahui apakah semua penumpang dalam kereta itu pengunjuk rasa atau bukan. Polisi mengatakan mereka masuk ke dalam stasiun untuk menangkap pengunjuk rasa yang melakukan penyerangan dan merusak properti di dalam stasiun.
Rekaman video TVB itu tersebar di media sosial. Rekaman dijadikan salah satu contoh brutalitas polisi dalam menangani demonstrasi. Massa yang marah berkumpul di depan stasiun Prince Edward dan stasiun Mong Kok. Tempat di mana polisi menangkap sejumlah pengunjuk rasa yang merusak pusat layanan konsumen dan mesin tiket stasiun.
Dua polisi juga dilaporkan melepaskan tembakan peringatan. Dalam pernyataannya pemerintah mengatakan tembakan peringatan itu 'untuk melindung keselamatan mereka sendiri (para petugas)' saat dikerubungi pengunjuk rasa di dekat Victoria Park.
Ini kedua kalinya polisi melepaskan tembakan peringatan selama gejolak politik Hong Kong dimulai pada bulan Juni lalu. Gejolak yang bermula saat para aktivis kota itu memprotes rencana perubahan undang-undang ekstradiksi yang membuat tersangka di Hong Kong dapat diadili di China.
Rencana undang-undang ekstradiksi itu sudah dicabut. Tuntutan unjuk rasa pun meluas menjadi memiliki kebebasan yang lebih besar lagi dari pemerintah pusat China.
Warga Hong Kong khawatir cengkraman Negeri Tirai Bambu semakin menguat di kota mereka. Merusak kerangka 'satu negara, dua sistem' yang disepakati dalam penyerahan Hong Kong dari Inggris ke China pada tahun 1997 lalu, dikutip dari Associated Press, Ahad (1/9).