Selasa 17 Sep 2019 22:52 WIB

Ini Poin-Poin yang Dikhawatirkan Laode Bisa Lemahkan KPK

Wakil ketua KPK terpilih Ghufron tak mempermasalahkan soal tidak dilibatkannya KPK.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Teguh Firmansyah
Tolak Revisi UU KPK. Peserta aksi dari Jaringan Anti Korupsi (JAK) Yogyakarta menggelar unjuk rasa di Tugu Yogyakarta, Selasa (17/9/2019).
Foto: Republika/ Wihdan
Tolak Revisi UU KPK. Peserta aksi dari Jaringan Anti Korupsi (JAK) Yogyakarta menggelar unjuk rasa di Tugu Yogyakarta, Selasa (17/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) untuk menjadi UU. Keputusan itu diambil dalam Rapat Paripurna di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (17/9).

Ada tujuh poin yang disepakati DPR dan pemerintah dalam revisi UU KPK ini. Salah satunya, kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun eksekutif. Namun, kewenangan dan tugas KPK tetap independen.

Baca Juga

Menanggapi pengesahan tersebut, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan bila yang disepakati sama dengan draf yang pernah ia baca, maka banyak sekali norma pasal yang melemahkan penindakan lembaga antirasuah.

"Jika dokumen yang kami terima via ‘hamba Allah’ (karena KPK tidak diikutkan dalam pembahasan dan belum dikirimi secara resmi oleh DPR atau Pemerintah), banyak sekali norma-norma pasal yang melemahkan penindakan di KPK," kata Syarif saat dikonfirmasi, Selasa (17/9).

Ia pun menjabarkan beberapa poin yang melemahkan penindakan KPK, diantaranya Komisioner KPK bukan lagi sebagai penyidik dan penuntut umum. Kemudian penyadapan, penggeledahan, penyitaan harus izin dewan pengawas. 

"Dewan Pengawas diangkat oleh Presiden, Komisioner bukan lagi pimpinan tertinggi di KPK dan status Kepegawaian KPK berubah Drastis dan harus melebur menjadi ASN," tutur Syarif.

Hal-hal tersebut, kata Syarif, berpotensi besar untuk mengganggu ‘independensi’ KPK dalam mengusut suatu kasus. Menurutnya, masih banyak lagi detil-detil lain yang sedang diteliti dan semuanya jelas akan memperlemah penindakan KPK.

Berbeda dengan Syarif, Wakil Ketua KPK lainnya, Basaria Panjaitan  mengisyaratkan setuju atas Revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 yang sudah disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna tersebut. "Kalau sudah paripurna, saya ikut," ujar Basaria singkat.

Sementara Wakil Ketua KPK terpilih periode 2019-2023 Nurul Ghufron saat dikonfirmasi mengaku menerima dengan senang hati dan akan mengikuti RUU KPK yang telah menjadi UU tersebut.   "Sehingga saya akan meneima apapun, mau berubah setelah diketok dan menjadi Perpu juga akan kami terima. Mau RUU-nya tetap tidak berubah juga akan kami terima," kata Ghufron saat dikonfirmasi.

Ghufron mengaku tidak mempermasalahkan UU KPK yang baru saja disahkan oleh DPR itu. Sebab, pimpinan KPK hanya sebagai pelaksana UU. 

"Jadi positioning-nya kami adalah penegak hukum, bukan pembentuk hukum. Maka kami tidak akan masuk pada wilayah-wilayah yang dimana wilayah itu adalah wilayah politis mengenai pembentukkan hukum," kata Ghufron. 

Adapun terkait tak dilibatkannya KPK, Ghufron sepakat dengan pernyataan Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani yang menyebut pelibatan pimpinan KPK dalam pembahasan RUU hanyalah sebagai partisipan. 

"Apakah KPK harus dilibatkan atau tidak? Ya tentu harus dilibatkan. Tetapi, kapasitasnya sebagai partisipan bukan stakeholder. Itu versinya Pak Arsul Sani, jangan kemudian dikatakan dari saya," ujar Ghufron. 

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement