REPUBLIKA, PEKANBARU -- Anak-anak yang jatuh sakit akibat kabut asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang menyelimuti Kota Pekanbaru, Riau, selama sebulan terakhir semakin banyak. Mereka pun harus mendapatkan penanganan yang serius.
Berdasarkan pantuan Antara di posko kesehatan korban kabut asap di Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Kementerian Sosial di Pekanbaru, Rabu (18/9), ada dua korban dari balita dan bayi yang sakit cukup parah akibat terpapar asap.
Salah satu korban bernama Zikra, balita berumur dua tahun lima bulan. Ia datang dalam kondisi sesak napas. Sejak pagi hingga sore hari, anak dari pasangan Roni Kurniawan dan Marvel itu harus menghirup oksigen dari tabung menggunakan selang yang dimasukkan ke hidungnya. “Sudah dua hari ini sesak napasnya,” kata Marvel (27), ibu bayi tersebut yang merupakan warga Kelurahan Meranti Pandak, Kecamatan Rumbai Pesisir, Pekanbaru.
Ia mengatakan, anaknya kerap bermain di luar saat dititipkan ke rumah neneknya, sedangkan kedua orang tuanya bekerja. Sehari sebelumnya, Zikra bahkan sempat dilarikan ke unit gawat darurat (UGD) di puskesmas setempat akibat sesak napas. Kemarin pagi, anaknya kembali mengalami sesak napas dan ketua RT menyarankan Zikra dibawa ke BRSAMPK karena fasilitasnya cukup lengkap.
Marvel memutuskan untuk mengungsi ke posko kesehatan itu bersama Zikra dan anak pertamanya bernama Felni yang berusia tujuh tahun. “Biarlah saya mengungsi di sini, saya tinggalkan dulu kerja saya di rumah makan. Biarlah saya kehilangan pekerjaan, saya pilih anak saya,” ujar Marvel sambil membelai anaknya.
Kepala BRSAMPK Pekanbaru Sutiono mengatakan, posko kesehatan tersebut mulai dibuka pada 15 September dan hingga kini sudah puluhan warga mendapat pengobatan gratis.
“Warga ada juga yang mengungsi ke sini, biasanya menginap pada malam hari karena asap pekat waktu malam. Pagi mereka bekerja,” katanya.
Ia mengatakan, selain balita bernama Zikra, ada satu bayi berusia lima bulan yang akhirnya dirujuk ke rumah sakit umum pemerintah karena mengalami sesak napas. Diduga bayi tersebut juga sakit akibat terpapar kabut asap karhutla. “Ada satu bayi sudah kami rujuk ke RS Petala Bumi pagi tadi,” ujar Sutiono.
Ia menjelaskan, posko tersebut menyediakan fasilitas tempat tidur lipat, kasur, mainan untuk anak-anak, dan dua tenaga dokter. Di sana juga disediakan obat, vitamin, dan tabung oksigen yang bisa didapatkan dengan gratis. “Warga yang menginap di sini juga dapat makanan gratis,” katanya.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, sedikitnya 144.219 warga menderita ISPA akibat kabut asap karhutla di Kalimantan dan Sumatra. Adapun di Riau, ada 15.346 penderita pada 1-15 September 2019.
Di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, sebanyak 3.034 siswa dilaporkan terpapar kabut asap yang menyelimuti wilayah tersebut dalam beberapa pekan terakhir.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Palangkaraya Sahdin Hasan mengatakan, mereka yang terganggu kesehatannya akibat kabut asap kebanyakan merupakan siswa PAUD/TK. "Perinciannya, 542 siswa PAUD/TK, 2018 siswa sekolah dasar, dan 384 siswa SMP," kata Sahdin.
Dia menerangkan, paparan kabut asap yang menyelimuti "Kota Cantik" sejak beberapa pekan lalu itu menyebabkan kesehatan ribuan peserta didik terganggu. "Di antara mereka ada yang merasakan pusing, sakit kepala, sesak napas, mual-mual, hingga muntah," ujar Sahdin yang pernah menjabat sebagai kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Palangkaraya itu.
Menurut dia, anak-anak usia dini lebih rentan terpapar dampak buruk kabut asap karena daya tahan tubuh yang belum terlalu kuat. Sahdin mengimbau para orang tua untuk segera memeriksakan kondisi anaknya, baik yang sudah terindikasi mengalami gejala gangguan kesehatan maupun belum.
Untuk mengantisipasi dampak buruk kabut asap terhadap kondisi para siswa, Pemerintah Kota Palangkaraya kembali memperpanjang masa libur sekolah selama tiga hari pada 19-21 September 2019. Pemerintah Kota Palangkaraya juga telah menetapkan status tanggap darurat kebakaran hutan dan lahan selama 15 hari terhitung sejak 16 September hingga 30 September.