REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Japanese Film Festival (JFF) 2019 menghadirkan 13 film dari Jepang serta satu film dari Indonesia. Sinema itu berasal dari beragam genre, mulai dari drama, komedi, laga, thriller, horor, musikal, animasi, sejarah, sampai tayangan dokumenter. Berikut beberapa di antaranya.
My Dad is a Heel Westler
Film berjudul asli Papa wa Warumono Champion ini menceritakan Takashi (Hiroshi Tanahashi), pegulat profesional yang beralih menjadi pegulat jahat bertopeng karena cedera. Bagaimana reaksi Takashi ketika putranya yang masih berusia sembilan tahun tahu profesinya?
Dance with Me (Can't Stop the Dancing)
Shizuka tidak bisa berhenti bernyanyi. Setiap kali mendengar musik, dia akan menyanyi dan menari tanpa kendali: di jalan, di rapat kantor, di restoran, di mana saja. Semua itu karena mantra hipnotis yang salah sasaran, dan Shizuka harus mencari cara untuk memecahkan mantranya.
Children of the Sea
Ketika Ruka masih kecil, dia melihat 'hantu' dalam akuarium yang berada di tempat ayahnya bekerja. Saat beranjak besar, Ruka semakin tertarik pada akuarium itu, yang mempertemukannya dengan dua bocah laki-laki misterius. Misteri dunia bawah laut menanti Ruka dan dua teman barunya.
The Fable
Pembunuh bayaran yang dikenal dengan julukan Fable mengambil cuti panjang untuk hidup sebagai orang biasa. Dia memakai nama Akira Sato dan menikmati waktunya di Osaka. Sutradara Kan Eguchi mengemas kisah humanis itu dalam kemasan //action// komedi.
Humba Dreams
Sinema arahan sutradara Riri Riza ini adalah satu-satunya film Indonesia yang diputar di JFF 2019. Humba Dreams mengisahkan Martin (JS Khairen), mahasiswa film yang berkuliah di Jakarta. Keluarga di Sumba memintanya pulang untuk melakukan sebuah tugas yang tak mudah.
Katsuo Bushi
Penonton akan mendapat banyak informasi menarik dari tayangan dokumenter besutan sutradara Yu Nakajima ini. Dalam 25 menit durasi, Nakajima merangkum perjalanan hidangan katsuo-bushi (sejenis cakalang jepang) dari produsen ke meja konsumen.