REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Seribu mahasiswa, mayoritas memakai masker hitam, menghadiri acara wisuda di Chinese University di Hong Kong, Kamis (7/11). Sebagian dari mereka memegang spanduk yang mendesak "Bebaskan Hong Kong, Revolusi Sekarang".
Mahasiswa tersebut membangkang terhadap larangan masker yang pemerintah berlakukan bulan lalu dalam upaya mengekang kerusuhan yang selama lebih dari lima bulan telah mengguncang kota yang dikuasai China itu. Dengan mengenakan pakaian wisuda, banyak mahasiswa berdendang saat mereka berjalan dari satu stasiun metro ke tempat wisuda. Mereka menyeru pemerintah agar menanggapi tuntutan pemrotes yang meliputi hak pilih universal.
Pemrotes berawal mengenai rancangan undang-undang ekstradisi, yang sekarang dibatalkan dan mestinya mengizinkan pelanggar hukum dikirim ke China Daratan untuk diadili, tapi telah berkembang menjadi, antara lain, seruan bagi demokrasi yang lebih besar dan penyelidikan independen mengenai keluhan tentang kekerasan berlebihan oleh polisi.
"Yang paling penting adalah semua ingin lima tuntutan tak kurang satu pun, sekalipun kita semua kehabisan tenaga, kita tak boleh menyerah." kata Kelvin (22 tahun), lulusan teknik informasi.
Berbulan-bulan protes antipemerintah yang kadangkala rusuh telah menjerumuskan bekas koloni Inggris itu ke dalam krisis terbesarnya dalam beberapa dasawarsa, tanpa tanda demonstran berencana berhenti. Yang menjadi pangkal kemarahan banyak pemrotes ialah apa yang mereka pandang sebagai campur-tangan China dengan kebebasan yang dijanjikan buat Hong Kong.
China membantah melakukan itu dan telah menyalahkan negara Barat karena mengendalikan kekacauan di pusat keuangan itu. Protes tersebut telah merusak ekonomi kota tersebut, yang terjerumus ke dalam resesi untuk pertama kali sejak krisis keuangan global pada kuartal ketiga.
Sektor pariwisata dan retail telah mengalami pukulan sangat keras dan jumlah pelancong merosot karena wisatawan tak mau datang. Beijing mendukung tindakan berani guna menangani pangkal kerusuhan, kata seorang pejabat China pada Rabu, dengan mengutip masalah sosial termasuk perumahan yang tak terjangkau. Protes lain direncanakan pada Kamis dan sepanjang akhir pekan, ketika massa yang lebih besar biasanya berkumpul.