REPUBLIKA.CO.ID, Pelaku aksi bom yang diduga bunuh diri di Polretabes Medan, Sumatra Utara, diketahui menggunakan jaket seragam ojek daring berwarna hijau. Keleluasaan pengguna atribut tersebut memasuki berbagai tempat menjadi sorotan tajam berbagai pihak setelah peristiwa ledakan.
Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi mengatakan, jaket pengemudi ojek daring sejauh ini memang dapat dibeli secara bebas. "Bisa juga itu sebagai bentuk penyamaran dia bahwa seolah-olah dia berprofesi itu dan dia bisa masuk ke mana-mana," kata Budi di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (13/11).
Budi mengatakan, terkait ledakan bom tersebut yang pelakunya diketahui menggunakan atribuk ojek daring, Kemenhub akan melakukan koordinasi dengan pengelola aplikasi (aplikator). "Ini nanti apakah mungkin penjualan atau pendistribusian jaket ojek online akan dibatasi ke yang benar-benar berprofesi," ujar Budi.
Ia mengatakan, Kemenhub juga akan mengomunikasikan hal tersebut karena terkait dengan regulasi. Sebab, penggunaan atribut yang sesuai juga bagian dari keselamatan dan keamanan operasional ojek daring. Budi menegaskan akan mengoptimalkan pengawasannya.
Selain itu, Budi menuturkan, langkah selanjutnya adalah memastikan terlebih dahulu pelaku bom bunuh diri di Polestabes Medan merupakan pengemudi ojek daring atau bukan. Hal tersebut, menurut dia, juga akan menjadi bagian dari pertimbangan Kemenhub dalam melakukan upaya selanjutnya.
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi langsung menimpali persoalan jaket hijau ojek ini dengan langkah memperketat pengawasan rekrutmen pengemudi ojek daring. Hasil identifikasi sementara polisi mengatakan, pelaku bom menyamar menjadi pengemudi dan tidak terdaftar sebagai pengendara ojek.
"Ya, makanya kita akan undang aplikator .Kita akan evaluasi proses rekrutmen dari mereka dan tentunya akan ada suatu harapan tahapan rekrutmen ini mesti ada tatap muka," kata Budi di Jakarta, Rabu.
Budi mengatakan, aplikator ojek daring harus melakukan evaluasi secara acak terhadap para pengemudinya. Budi menilai langkah itu akan lebih memudahkan melihat dan mendeteksi kelalaian pengemudinya sejak awal. “Jadi, kalau mereka itu sudah tidak sama (pengemudi dan identitas di aplikasi), itu suatu indikasi bahwa mereka melakukan suatu tindakan yang kurang bertanggung jawab," kata Budi lagi.
Budi mengatakan, pengawasan penyalahgunaan aplikasi ojek daring tidak akan sepenuhnya dilakukan Kementerian Perhubungan. Pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Sejauh ini, Karopenmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menuding pelaku ledakan bom di Polrestabes Medan menggunakan jaket ojek daring untuk mengelabui aparat. Hal itu terlihat dari rekaman CCTV yang berada di lokasi kejadian. "(Pelaku menggunakan jaket ojek daring) itu penyamaran," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu.
Potensi penyamaran itu sedianya sudah dibaca sejumlah pihak di kepolisian. Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera mengatakan, pembatasan akses ojek daring di Mapolda Jatim sudah dilakukan sejak setahun lalu, tepatnya setelah peristiwa pengeboman gereja di Surabaya.
Polisi berjagasetelah terjadi bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan, Sumut, Rabu (13/11).
Ketika ada pengemdi ojek daring yang mengantar pesanan, baik itu paket maupun makanan, barang harus diambil di pintu masuk, tepatnya di pos penjagaan. "Bukan mendiskriminasi, tidak, tetapi untuk mengantisipasi bahwa ojol, ini apa pun juga bentuknya, kita melarang masuk ke Polda Jawa Timur. Jadi, kalau ada sesuatu, misalnya Gosend kemudian juga Gofood, itu diambil di penjagaan di depan" ujar Barung di Mapolda Jatim, kemarin.
Tidak hanya terhadap ojek daring, lanjut Barung, penjagaan terhadap semua yang masuk ke area Polda Jatim memang diperketat. Setiap mereka yang masuk ke Polda Jawa Timur harus membuka jaket dan pelindung kepala atau helm.
Pengamat intelijen dari Universitas Indonesia, Nuruddin Lazuardi, melihat pelaku ledakan bom bunuh diri di Polrestabes Medan mengadopsi pola-pola kejahatan konvensional dalam melakukan aksi terornya. "Mengapa dia menggunakan seragam ojek online? Selama ini di media sosial sering muncul pelaku-pelaku kejahatan konvensional, seperti pelaku begal, pencurian di rumah, itu sering kali menggunakan jaket ojol. Itu mungkin saja apa yang mereka (pelaku teror) lihat, diadopsi oleh pelaku," kata Nuruddin kepada Republika, Rabu.
Menurut Nuruddin, pelaku tentunya telah melakukan pemetaan sebelum melancarkan aksinya di Polrestabes Medan. Pelaku juga telah memahami situasi yang memudahkannya menembus keamanan di depan pintu gerbang Polrestabes Medan. "Mereka lihat orang-orang masuk menggunakan jaket ojol dan pemeriksaannya tidak terlalu ketat. Mereka lihat titik lemahnya seperti apa," kata dia.
Di lain sisi, menurut Nuruddin, ada pengamanan yang longgar di Polrestabes Medan hingga pelaku bisa dengan mudah masuk ke dalam. Padahal, menurut dia, serangan teror yang menargetkan markas kepolisian telah terjadi beberapa kali. "Ini yang mestinya harus diantisipasi sejak awal, siapa pun yang masuk markas harus (diawasi) superketat. kita masih ingat kejadian ledakan bom di Polres Cirebon, menagap ini masih terjadi lagi. Intinya, ini keteledoran," katanya.
Sementara itu, perusahaan Gojek menanggapi kabar bahwa pengemudi (mitra) Gojek diduga menjadi pelaku peledakan. “Kami mengutuk aksi teror yang terjadi di Polrestabes Medan pagi ini dan berdukacita atas jatuhnya korban dari aksi teror tersebut," VP Corporate Communications Gojek Kristy Nelwan, Rabu.
Ia menjanjikan, Gojek akan bersikap kooperatif terhadap penyelidikan ledakan itu. "Kami tidak dapat berkomentar mengenai atribut terduga pelaku. Kami telah dengan segera menghubungi dan berkoordinasi dengan pihak berwajib serta siap untuk memberikan seluruh bantuan dan dukungan yang diperlukan untuk proses investigasi," jar Kristy. n rahayu subekti/dadang kurnia/flori sidebang/andrian saputra/rizky suryarandika, ed: fitriyan