REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Warga Sri Lanka menggelar pemilihan presiden baru. Para politikus dan analis menilai mantan menteri pertahanan Gotabaya Rajapaksa yang mengawasi militer saat mengalahkan separtis Tamil 10 tahun yang lalu dan menteri pemerintahan Sajith Premadasa bersaing ketat.
Rajapaksa bersumpah meningkatkan keamanan nasional. Ia memainkan kartu ketakutan yang disebarkan ke mayoritas Buddha Sinhala. Setelah serangan April yang diklaim ISIS menewaskan lebih dari 250 orang.
Sementara Pramadasa berusaha menarik suara dari pendesaan dengan janji menggratiskan rumah, seragam sekolah dan pembalut untuk perempuan. Ia menyentuh topik yang jarang dibahas di publik tapi suara perempuan.
Pada Sabtu (16/11) polisi mengatakan sekelompok orang tak dikenal melepaskan tembakan ke arah bus yang membawa orang-orang Muslim ke tempat pemungutan suara di distrik Anuradhapura. Tidak ada yang terluka dalam insiden itu tapi saksi mata mengatakan mereka melihat ban terbakar.
Di sebuah tempat pemungutan suara di Kolombo, seorang ibu rumah tangga berusia 41 tahun, M. Gunasekera mengatakan masalah terbesar adalah epidemi korupsi dan tidak adanya pertanggungjawaban para politisi. Sekitar 16 juta orang memiliki hak untuk memilih. Pemilih dapat memilih salah satu dari tiga kandidat yang ada di dalam surat suara.
Suara akan dihitung langsung setelah pemungutan suara ditutup. Tapi hasilnya diperkirakan belum diketahui sampai Ahad (17/11).
Populasi Muslim di Sri Lanka yang sebesar 10 persen dari 22 juta jiwa merasa dimusuhi sejak pengeboman pada Hari Paskah. Perpecahan sudah lama muncul dari etnis Tamil yang masih mencari keadilan atas pelanggaran hak asasi manusia dalam perang dengan pemberontak Tamil selama 26 tahun yang berakhir 2009.