Rabu 20 Nov 2019 08:08 WIB

Ini yang Membuat Polisi Belum Panggil Sukmawati

MUI meminta polisi proses hukum Sukmawati.

Sukmawati Soekarnoputri
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sukmawati Soekarnoputri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sukmawati Soekarnoputri dilaporkan atas dugaan penistaan agama karena membandingkan Nabi Muhammad SAW dengan presiden pertama Sukarno sejak Jumat (15/11). Namun, polisi belum memanggil putri presiden pertama Indonesia tersebut.

“Belum, masih dalam klarifikasi,” kata Kepala Biro Penmas Divisi Humas Polri Kombes Argo Yuwono kepada Republika, Selasa (19/11). Meski begitu, penjabat baru di Polri itu tidak bersedia memberikan tanggapan lanjutan, termasuk apakah dalam proses klarifikasi tersebut polisi juga meminta pendapat ahli.

Baca Juga

Pada Sabtu, Argo yang masih menjabat Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya mengatakan, pihaknya akan segera menindaklanjuti laporan tersebut. "Kasus atau pasal (yang dilaporkan terkait) penistaan agama, Pasal 156a KUHP," kata Argo.

Pakar hukum pidana, Mudzakir, menegaskan, perbuatan Sukmawati itu memenuhi unsur pidana. Seharusnya, kata dia, kepolisian segera memanggil Sukmawati tanpa adanya laporan. Apalagi, bukan pertama kalinya kakak kandung Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri itu menyakiti hati umat Islam.

"Tanpa laporan pun polisi harus bertindak. Kalau menurut saya, perbuatan Sukmawati kali ini adalah benar-benar perilaku yang memenuhi unsur tindak pidana. Sebagaimana dimaksud Pasal 156a KUHP menodai agama yang dianut di Indonesia," kata Mudzakir, Senin.

Saat ini, sudah dua laporan kasus yang sama terhadap Sukmawati yang masuk ke polisi. Pada Jumat (15/11), Sukmawati dilaporkan seorang advokat, Ratih Puspa Nusanti, ke Bareskrim Polri atas tudingan penistaan terhadap agama. Penistaan itu berdasarkan sebuah video viral Sukmawati yang membandingkan Nabi Muhammad SAW dengan presiden pertama Indonesia Ir Sukarno dalam sebuh diskusi pada 11 November.

"Sekarang saya mau tanya nih semua. Yang berjuang di abad 20 itu Nabi Yang Mulia Muhammad apa Insinyur Sukarno untuk kemerdekaan? Saya minta jawaban. Silakan siapa yang mau jawab berdiri, jawab pertanyaan Ibu ini," tanya Sukmawati dalam video itu.

Laporan kedua dilayangkan ke Polda Metro Jaya oleh seorang masyarakat bernama Irfan. Pelapor merasa tersinggung atas pernyataan Sukmawati tersebut. Menurut Irfan, pernyataan Sukmawati itu diduga menistakan agama Islam. "Saya pribadi sebagai Muslim, saya sangat tersinggung (dengan pernyataan Sukmawati). Nabi saya, junjungan saya, itu direndahkan," kata Irfan seusai pelaporan pada Senin (18/11).

Laporannya itu pun telah terdaftar dalam nomor LP/7456/XI/2019/PMJ/Dit.Reskrimum tanggal 18 November 2019. Pasal yang disangkakan dalam laporan tersebut adalah Pasal 156a KUHP tentang Penistaan Agama.

Pada Senin, Sukmawati melakukan klarifikasi melalui kuasa hukumnya, Petrus Salestinus. Sukmawati mengklaim difitnah dan meminta polisi menangkap oknum yang memotong dan menyebarkan video diskusi itu. “Kami sangat menyayangkan tindakan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang telah memotong atau mengedit rekaman video pembicaraan Ibu Sukmawati dalam Diskusi Kebangsaan Membangkitkan Nasionalisme untuk Tangkal Radikalisme dan Terorisme menjadi tidak utuh,” kata Petrus.

Menurut dia, Sukmawati tidak memiliki niat menista agama. Yang diucapkan Sukmawati tersebut adalah mengajak masyarakat menghormati dan menghargai jasa para pahlawan. Namun, dia tidak menjelaskan alasan Sukmawati membandingkan jasa ayahnya dengan Nabi Muhammad.

photo
Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI - KH Cholil Nafis

Melukai Umat Islam

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendukung proses hukum atas dugaan penistaan agama yang dilakukan Sukmawati. Ketua Komisi Dakwah MUI KH Cholil Nafis mengatakan, pernyataan Sukmawati yang membandingkan antara Nabi Muhammad SAW dan Sukarno telah melukai perasaan umat Islam. Menurut dia, kedua tokoh tersebut tak bisa dibanding-bandingkan, apalagi Sukarno begitu menghormati Nabi Muhammad.

"Yang jelas, Ibu Sukmawati telah melukai rasa keagamaan dan perasaan umat Islam tentang pernyataannya membandingkan Bapak Insinyur Sukarno dengan Nabi Muhammad SAW, karena itu dua hal yang enggak bisa dibandingkan, bukan bandingannya. Dan Insinyur Sukarno juga menghormati dan adalah umat dari Nabi Muhammad SAW," kata Kiai Cholil, kemarin.

Cholil mengatakan, MUI meminta proses hukum tetap harus berjalan. "Soal benar dan tidak benarnya, kembalikan kepada hukum. Berkenaan dengan penodaan pada hukum positif, yaitu diproses secara hukum. Kami setuju bahwa proses hukum berjalan terus. Hukum silakan diselesaikan melalui jalur hukum," kata dia. Dia juga meminta tak ada tebang pilih di dalam penegakan hukum.

Hal senada dikatakan Sekjen MUI Anwar Abbas. Apalagi, kata dia, sudah ada pihak yang melaporkan Sukmawati. "Saya kira pihak kepolisian biasanya akan merespons dan menindaklanjuti," kata Anwar di kantor MUI.

Namun, Anwar berpesan, masalah ini harus dihadapi dengan tetap mengendalikan diri dan jangan sampai berujung pada tindakan anarkistis. Dia mengingatkan, keamanan dan stabilitas negara harus diutamakan. n andrian saputra /mabruroh/flori sidebang ed: ilham tirta

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement