REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) batal menuangkan larangan bagi eks napi kasus korupsi ke dalam Peraturan KPU (PKPU) untuk pilkada 2020. Kendati demikian, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani menegaskan bahwa Partai Gerindra tetap mengimbau kepada DPC dan DPD untuk tidak menyetor nama calon kepala daerah yang merupakan mantan napi korupsi.
"Sebaiknya kita minta kepada teman-teman di DPC, di DPD Partai Gerindra untuk tidak mengajukan nama-nama mereka toh nama-nama lain masih ada masih banyak, kalau tidak ada ya silahkan aja nanti kita, tapi masa enggak ada?," kata Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/12).
Muzani menambahkan meskipun tidak ada larangan tersebut, Gerindra berkomitmen tetap akan menyoroti jejak para calon kepala daerah. Ia beranggapan jika yang bersangkutan pernah diproses hukum dan tetap akan dicalonkan, dikhawatirkan akan menurunkan kepercayaan publik kepada calon tersebut.
"Ingatan masyarakat tentang jejak yang bersangkutan di masyarakat akan sangat terpatri sehingga ini akan mempengaruhi tingkat kepercayaan kepada yang bersangkutan untuk dapat menang dalam pilkada sehingga yang seperti ini yang akan kami perhatikan sangat serius," ujarnya.
Ia mengaku Partai Gerindra telah menyampaikan imbauan tersebut dalam rapat koordinasi. Saat ini proses pengajuan nama calon kepala daerah masih di kewenangan lokal. "Kami baru akan melakukan assesmen nanti di bulan januari," ujarnya.
Sebelumnya KPU akhirnya tak memasukan aturan larangan terhadap terpidana kasus korupsi yang hendak mencalonkan diri dalam Pilkada 2020 dalam PKPU. Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik mengatakan pihaknya berharap DPR dan pemerintah memasukan larangan koruptor maju pilkada dalam undang-undang.
"Kita berharap itu kan dimasukan dalam undang-undang, karena kita juga sekarang ini kan lebih fokus pada tahapan. jadi supaya jangan terlalu misalnya menjadi lama," tutur Evi, Jumat (6/12) lalu.