REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko enggan menanggapi lambannya kinerja KPK pascapengesahan UU KPK yang baru. Dalam upaya pengungkapan kasus baru-baru ini, kinerja KPK pun dinilai sejumlah kalangan terhambat.
"Ya saya pikir tanyakan ke KPK dong. KPK yang punya otoritas. Jangan tanya ke sini salah alamat," ujar Moeldoko di kantornya, Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (14/1).
Lambannya kinerja KPK pun membuat sejumlah kalangan mendesak Presiden agar menerbitkan Perppu. Namun menurut Moeldoko masalah tersebut seharusnya dikembalikan ke KPK.
"Ini kan dua lembaga yang berbeda. Jangan nanti menjadi krusial begitu. Kita ke KPK, ini bagaimana kok bisa seperti itu? Ini menurut saya lebih tepat biar nanti gak overlap yang malah simpang siur," jelasnya.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Presiden Joko Widodo tak buang badan dalam menanggapi lambatnya kerja lembaga antirasuah lantaran UU KPK yang baru.
Menurut ICW, KPK terhambat dalam melakukan penyidikan di perkara terbarunya yakni kasus dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) yang menjerat Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
"Kami mendesak Presiden Joko Widodo agar tidak buang badan saat kondisi KPK yang semakin lemah akibat berlakunya UU KPK baru. Penerbitan Perppu harus menjadi prioritas utama dari Presiden untuk menyelamatkan KPK," tegas Peneliti ICW, Kurnia Ramadhani, dalam keterangannya, Ahad (12/1).
Kurnia menilai UU KPK baru yakni UU No 19 Tahun 2019 terbukti mempersulit kinerja KPK dalam melakukan berbagai tindakan pro justicia. Ia menerangkan, setidaknya ada dua kejadian penting dan mesti dicermati dalam peristiwa tangkap tangan yang melibatkan Komisioner KPU tersebut.