REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indonesia Muslim Crisis Center, Robi Sugara menilai membiarkan para mantan kelompok ISIS jauh lebih berbahaya dibandingkan memulangkannya. Sebab, tidak ada jaminan mereka tidak pulang ke Indonesia secara sembunyi-sembunyi dan tidak legal.
"Jika mereka pulang ke Indonesia tanpa diketahui statusnya oleh pemerintah, sebagai mantan anggota ISIS ini justru lebih berbahaya," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (8/2).
Menurutnya, yang harus dilakukan pemerintah adalah melakukan profiling terhadap ratusan mantan anggota ISIS tersebut. Harus dipisahkan mana yang benar-benar berniat untuk bergabung dengan ISIS atau hanya sekadar ikut dan terbawa saja.
"Langkah pertama yang harus dilakukan adalah pemilahan antara mereka yang waktu gabung dengan ISIS sebagai fighters atau hanya masyarakat biasa," kata Dosen HI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut.
Robi melanjutkan, kemudian juga dilakukan pemilahan antara kelompok yang rentan atau tidak. Yang dimaksud kelompok rentan adalah anak-anak, perempuan dan orang lanjut usia. Menurut Robi, kelompik ini bisa lebih mudah di rehabilitasi dan dideradikalisasi.
Sementara untuk kelompok yang masuk kategori radikal berat, maka harus mendapat penanganan khusus dari pemerintah serta pemerintah daerah. Menurutnya beberapa negara sudah melakukan hal tersebut untuk mengatasi para mantan anggota ISIS.
"Malaysia sudah mengambil kebijakan yang cepat dengan menerima mereka kembali pulang ketimbang disana jauh lebih berbahaya," ucapnya.