Oleh: Dipo Alam, Sekretaris Kabinet Indonesia Bersatu II (2009-2014)
Keputusan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono untuk menghentikan sementara proyek kereta cepat Jakarta-Bandung akibat adanya sejumlah pelanggaran standar kerja, keselamatan, keamanan, kesehatan dan lingkungan, patut diapresiasi. Pelanggaran-pelanggaran itu sudah terbukti merugikan masyarakat, sebagaimana terlihat dari dampak banjir, kemacetan, dan kerusakan lingkungan yang terjadi di sepanjang lokasi proyek. Penghentian proyek tersebut efektif berlaku sejak 2 Maret 2020 hingga dua minggu ke depan.
Sejak awal, pengerjaan proyek ini memang telah mengundang banyak kritik. Proyek ini, misalnya, diketahui telah menutup saluran-saluran drainase tol, sehingga mengakibatkan terjadinya banjir di ruas jalan tol Jakarta-Cikampek dan kawasan-kawasan di sekitarnya, yang sebelumnya tidak pernah terjadi.
Belum lagi adanya tumpukan-tumpukan material yang mengganggu di pinggir-pinggir jalan, serta pembangunan pilar LRT tanpa izin yang rawan membahayakan keselamatan pengguna jalan, menunjukkan jika ada sesuatu yang bermasalah dalam manajemen proyek ini. Saya juga membaca, proyek ini menerapkan standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang buruk, tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Itu sebabnya, keputusan Menteri Basuki itu penting artinya bagi masyarakat, untuk menunjukkan jika masih ada mekanisme kontrol yang bekerja di internal pemerintahan. Ternyata, pemerintah masih bisa mendengarkan kritik dan keluhan masyarakat, terutama terkait ekses negatif pembangunan infrastruktur, baik bagi pengguna jalan tol, maupun bagi penduduk permukiman yang dilalui proyek tersebut. Langkah penghentian sementara proyek kereta cepat kemarin, menurut saya, sedikit banyak bisa mengurangi antipati publik yang selama ini telah berkembang.
Kita tentu berharap, dalam dua minggu ke depan, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang bertindak sebagai kontraktor, benar-benar memperbaiki kerusakan yang diakibatkan, termasuk memperbaiki manajemen proyek yang dinilai jauh di bawah standar. Manajemen proyek harus dievaluasi secara menyeluruh. Seperti yang disampaikan oleh Menteri Basuki, proyek tersebut tak pantas bernilai di atas Rp60 triliun, lantaran pelaksanaannya melanggar sejumlah aturan dan ketentuan. Artinya, sebuah proyek mahal sangat tidak pantas dikerjakan secara sembrono.
Sebagai pribadi, saya punya memori baik mengenai rekam jejak Saudara Basuki Hadimuljono. Pada 2013, saat menjadi Sekretaris TPA (Tim Penilai Akhir), saya ikut memberi pertimbangan ketika dia diusulkan untuk menjabat Direktur Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 5/2004, dalam hal pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat Eselon I, sesudah melewati pertimbangan Komisi Kepegawaian Negara, proses penilaian memang harus dilakukan oleh TPA, yang diketuai oleh Presiden. Di dalam tim itu, Wakil Presiden menjadi Wakil Ketua Tim, dan posisi sekretaris dipegang oleh Sekretaris Kabinet. Anggota tetapnya adalah Menteri Dalam Negeri, Menteri Sekretaris Negara, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Saudara Basuki saya pelajari punya rekam jejak bagus dalam proses rehabilitasi Pasca-Tsunami Aceh pada 2004-2005. Ia juga punya peran dalam Penanggulangan Lumpur Sidoardo pada tahun 2006, termasuk dalam penanggulangan kerawanan pangan di Yahukimo, Papua, yang dulu menyita perhatian. Sebagai pegawai Kementerian Pekerjaan Umum, prestasi dan kinerjanya sangat menonjol. Tidak heran, pada 1995 ia pernah dinobatkan sebagai Pegawai Teladan Departemen Pekerjaan Umum.
Sebelum menghentikan proyek kereta cepat, Menteri Basuki sebelumnya juga pernah menghentikan dan mengevaluasi proyek pembangunan infrastruktur di Papua, serta seluruh proyek tol layang. Dengan rekam jejak itu, kita berharap Menteri Basuki Hadimuljono tetap menjaga integritasnya sebagai pejabat publik, terutama sebagai penjaga gawang proyek-proyek infrastruktur.
Sekali lagi, kebijakan untuk menghentikan sementara serta mengevaluasi proyek kereta cepat yang dilakukan oleh Menteri PUPR Basuki Hadimuljono penting untuk kita apresiasi. Sebagai mantan Sekretaris TPA, saya merasa jika pilihan Pak Joko Kirmanto, Menteri Pekerjaan Umum periode lalu (2004-2014), yang telah mengajukan Saudara Basuki dulu sebagai Dirjen Penataan Ruang Kementerian PU adalah pilihan tepat. Tidak heran, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kala itu segera menyetujui usulan tersebut. Apalagi, isu lingkungan dan tata ruang kebetulan juga menjadi concern Presiden SBY pada masa pemerintahannya.
Meskipun kita membutuhkan pembangunan infrastruktur, namun pengerjaannya tidaklah boleh mengabaikan keselamatan publik dan lingkungan. Kepentingan publik dan keselamatan lingkungan harus jadi prioritas.