REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perang produksi minyak antara Arab Saudi dan Rusia membawa harga minyak dunia ambles ke harga 36 dolar AS per barel. Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menilai turunnya harga minyak dunia berdampak keras pada sektor hulu migas. Namun, di sisi hilir kondisi ini merupakan berkah bagi masyarakat.
Ia menilai, jika kondisi harga minyak dunia yang anjlok berlangsung lama maka memungkinkan pemerintah dan Pertamina untuk menurunkan harga BBM. Kondisi ini semestinya menjadi angin segar bagi masyarakat karena bisa mendapatkan harga bensin yang murah.
"Saya kira ini menjadi berkah secara tidak langsung. Ke depan harga BBM akan turun dan jelas ini pasti akan disambut oleh masyarakat," ujar Mamit, Senin (9/3).
Ia juga menilai penurunan harga BBM ditengah harga minyak dunia yang anjlok bisa menjadi stimulus ekonomi bagi masyarakat. Turunnya harga BBM bisa meningkatkan daya beli masyarakat yang sedang lesu karena perekonomian dunia yang sedang terperuk.
"Harapannya dengan kondisi BBM murah bisa menggerakan ekonomi masyarakat. Selain itu juga dengan murahnya harga minyak setidaknya bisa mengurangi CAD (current account deficit atau defisit transaksi berjalan-red) karena harga minyak murah," ujar Mamit.
Namun, kata Mamit kondisi ini juga perlu disikapi secara bijak oleh masyarakat. Meski nantinya ada penurunan harga BBM, namun masyarakat juga musti bijak dalam konsumsi energi agar angka impor minyak tak meledak.
"Asal jangan harga minyak murah,kita justru boros energi dan akhirnya impor kembali meningkat," ujar Mamit.