REPUBLIKA.CO.ID, --- Para ulama berbeda pendapat tentang boleh tidaknya shalat di dalam Ka’bah, termasuk juga dengan di atas Ka’bah. Masalahnya adalah apakah shalat di dalam atau di atas Ka’bah itu bisa dianggap menghadap kiblat? Disamping itu terdapat pula hadis-hadis yang berbeda dalam masalah ini.
Sebagian ulama membolehkan shalat di dalam Ka’bah, sebagian ulama melarangnya. Sedangkan sebagian ulama lainnya membolehkan shalat sunat dan melarang shalat fardhu di dalam Ka’bah.
Ulama yang membolehkan shalat di dalam Ka’bah berpedoman kepada hadis dari lbnu ‘Umar yang mengatakan, “Saya melihat Rasulullah SAW memasuki Ka’bah bersama Usamah bin Zaid, Utsman bin Thalhah, dan Bilal bin Rabah. Selanjutnya Ka’bah mereka kunci dari dalam. Setelah mereka keluar dari Ka’bah, saya bertanya kepada Bilal, “Apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW?” Bilal menjawab, “Rasulullah SAW menancapkan tongkat di sisi kiri beliau, sebuah lagi di sisi kanannya, dan tiga tongkat lagi di belakangnya. Kemudian beliau mengerjakan shalat." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasa'i, dan Ahmad). Pendapat ini dikemukakan oleh ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah.
Ulama yang melarang shalat di dalam Ka’bah berpedoman kepada hadis yang berasal dari mereka yang menyatakan, tatkala Rasulullah SAW memasuki al-Bait (Ka’bah), beliau berdoa di setiap sudut tanpa mengerjakan shalat lalu beliau keluar. Setelah itu beliau mengerjakan shalat dua raka’at menghadap Ka’bah dan berkata “Inilah Kiblat." (HR. Bukhari).
Sementara itu, ulama lain mengkompromikan kedua pendapat di atas. Mereka berpendapat, shalat yang dimaksud dalam hadis lbnu ‘Abbas adalah shalat fardhu dan shalat yang dimaksud di dalam hadis lbnu ‘Umar adalah shalat sunat. Dengan demikian, shalat fardhu tidak boleh dilakukan di dalam Ka’bah, sedangkan shalat sunat boleh dilaksanakan di dalam Ka’bah. Pendapat ini dikemukakan oleh ulama Malikiyah dan Hanabilah.