Senin 20 Apr 2020 04:50 WIB

ICW Dorong KPK Terus Kasus BLBI

Bukti-bukti yang dimiliki KPK telah tegas menyatakan adanya tindak pidana

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Gita Amanda
Sjamsul Nursalim tersangka perkara BLBI.
Sjamsul Nursalim tersangka perkara BLBI.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk terus mengusut kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI). Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana meminta agar lembaga antirasuah terus meminta bantuan otoritas Singapura untuk memburu dan menangkap pemegang saham BDNI Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim yang menjadi buronan atas kasus korupsi yang merugikan keuangan negara hingga Rp 4,58 triliun tersebut.

"Kami mendorong KPK cepat bekerja bekerja sama dengan otoritas Singapura untuk melakukan upaya paksa untuk penangkapan. Karena kerugian keuangan negara cukup besar Rp 4,58 triliun," kata Kurnia di Jakarta, Ahad (19/4).

Baca Juga

Menurut Kurnia, KPK tidak perlu menunggu putusan Peninjauan Kembali (PK) mantan Kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung yang divonis bebas dalam putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA). Karena, lanjut Kurnia, bukti-bukti yang dimiliki KPK sudah kuat membuktikan adanya korupsi terkait pemberian SKL BLBI kepada Sjamsul. Sehingga, Sjamsul dan Itjih harus dibawa ke ruang persidangan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Tidak ada kendala bagi KPK untuk menydik Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim. Jangan menyerah untuk melakukan in absentia," ujarnya.

Terlebih, sambung Kurnia, bukti-bukti yang dimiliki KPK telah tegas menyatakan adanya tindak pidana yang dilakukan Syafruddin. Bukti-bukti tersebut setidaknya telah diuji dari Pengadilan tingkat pertama hingga tingkat banding yang menjatuhkan hukuman 15 tahun pidana terhadap Syafruddin.

Selain itu, Badan Pengawas MA juga telah menjatuhkan sanksi etik kepada Hakim ad-hoc tindak pidana korupsi Syamsul Rakan Chaniago karena bertemu dengan kuasa hukum Syafruddin, Ahmad Yani saat sedang menangani Kasasi Syafruddin. Sehingga, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menolak praperadilan Syafruddin dan memerintahkan KPK untuk melanjutkan penanganan perkara ini menegaskan perkara ini merupakan ranah pidana, bukan perdata atau administrasi.

"Kami berharap putusan MA menganulir putusan lepas Syafruddin. Bukti KPK dari tingkat pertama sudah benar firm. SAT lakukan perbuatan melawan hukum ketika menerbitkan SKL kepada Sjamsul," tegasnya.

Kurnia menambahkan, ICW juga menagih janji pimpinan KPK Jilid V untuk menuntaskan megakorupsi ini. Terlebih, kata Kurnia, masa daluarsa kasus BLBI berakhir pada 2022 atau 18 tahun sejak SKL BLBI diterbitkan BPPN pada 2004 yang menjadi tempus delicti atau waktu terjadinya suatu tindak pidana.

"Jadi urgensi semakin tinggi untuk KPK mengungkap kasus ini," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement